Rabu 16 Feb 2022 17:22 WIB

Kelola Dana JHT Rp 372,5 Triliun, BP Jamsostek: Uangnya Aman

Ini menepis isu pencairan JHT usia 56 tahun karena BPJS Naker tak punya dana.

Rep: Febryan A/ Red: Fuji Pratiwi
Nasabah melakukan pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Sudirman, Jakarta, Senin (14/2/2022). BPJS Ketenagakerjaan menjamin uang peserta aman.
Foto: ANTARA/Asprilla Dwi Adha
Nasabah melakukan pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Sudirman, Jakarta, Senin (14/2/2022). BPJS Ketenagakerjaan menjamin uang peserta aman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan (BPJS Naker) atau BP Jamsostek, Anggoro Eko Cahyono mengatakan, pihaknya mengelola dana Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar Rp 372,5 triliun. Ia pun memastikan dana itu aman dan cukup untuk membayar klaim peserta.

"Uang tersebut ada dan cukup untuk membayar klaim peserta," kata Anggoro dalam webinar Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Rabu (16/2/2022).

Baca Juga

Hal ini disampaikan Anggoro untuk menepis isu yang menyebut kebijakan penundaan pencairan JHT hingga pekerja berusia 56 tahun dibuat karena BPJS Ketenagakerjaan tidak memiliki dana untuk membayar klaim peserta.

Anggoro menjelaskan, BPJS Ketenagakerjaan mengelola dana program JHT sebesar Rp 372 triliun per 2021. Dana tersebut diinvestasikan dan menghasilkan keuntungan Rp 24 triliun sepanjang 2021.

Di sisi lain, BPJS Ketenagakerjaan menerima dana iuran peserta sebesar Rp 51 triliun sepanjang 2021. Sedangkan pembayaran klaim mencapai Rp 37 triliun.

"Kalau kita lihat angka tersebut, maka bisa kita lihat klaim yang kita bayarkan itu berasal dari hasil investasi, yang artinya dana JHT sebesar Rp 372,5 triliun itu dapat berkembang baik dan tidak terganggu dengan adanya pembayaran klaim," ujar Anggoro.

Lebih lanjut, Anggoro mengatakan dana JHT sebesar Rp 372,5 triliun itu ditempatkan di sejumlah instrumen investasi dengan risiko terukur. Sebanyak 65 persen dari dana tersebut ditempatkan pada instrumen investasi obligasi dan surat berharga, yang mana 92 persen di antaranya ditempatkan di surat utang negara.

Lalu, sebanyak 15 persen dari dana JHT ditempatkan di deposito dimana 90 persen lebih di antaranya ditempatkan di deposito bank-bank Himbara dan Bank Pembangunan Daerah.

Selanjutnya, sebanyak 12,3 persen dari total dana JHT ditempatkan di instrumen investasi saham. Menurut Anggoro, dana ditempatkan pada saham-saham kategori blue chip yang masuk dalam indeks LQ45. Berarti, dana JHT ditempatkan pada saham-saham unggulan dan memiliki fundamental kuat.

Berikutnya, sebanyak 7 persen dari dana JHT ditempatkan instrumen reksadana, yang juga berisikan saham-saham blue chip dan LQ45. Sisanya, sebesar 0,5 persen dari dana JHT ditempatkan pada penyertaan dan properti.

"Penempatan dana JHT itu dapat dikatakan aman karena ditempatkan di instrumen-instrumen investasi yang terukur risikonya dan likuid karena 15 persen di deposito," ujar Anggoro.

Karena itu, dia membantah isu yang beredar soal BPJS Ketenagakerjaan tak punya dana untuk bayar klaim peserta. "Kami memiliki likuiditas yang cukup," katanya menegaskan.

Isu soal BPJS Ketenagakerjaan tak punya dana dilontarkan oleh sejumlah serikat buruh usai Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah meneken Permenaker Nomor 2 Tahun 2022. Aturan yang mulai berlaku 4 Mei 2022 itu menyatakan bahwa manfaat JHT akan dibayarkan ketika pekerja mencapai usia 56 tahun, atau mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.

Masih dalam ketentuan tersebut, pekerja yang menjadi korban PHK, ataupun mengundurkan diri dari pekerjaannya, juga akan menerima JHT saat usia 56 tahun.

Sedangkan dalam aturan lama, Permenaker 19/2015, dinyatakan bahwa dana JHT bisa dicairkan secara tunai setelah pekerja melewati masa tunggu 1 bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan terkait.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement