REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memantau kejadian cuaca ekstrem berupa fenomena hujan es telah terjadi dalam sepekan ini di beberapa wilayah seperti Surabaya, Lampung, Bekasi, dan wilayah lainnya. Kejadian tersebut disertai juga dengan hujan intensitas lebat dalam durasi singkat yang disertai kilat atau petir dan angin kencang.
"Fenomena hujan es merupakan salah satu fenomena cuaca ekstrem yang terjadi dalam skala lokal dan ditandai dengan adanya jatuhan butiran es yang jatuh dari awan serta dapat terjadi dalam periode beberapa menit," kata Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto dalam keterangan pers, Selasa (22/2/2022).
BMKG mengimbau kepada masyarakat untuk tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya potensi cuaca ekstrem tersebut serta dampak yang dapat ditimbulkan. Di antaranya berupa bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, banjir bandang, genangan, jalan licin, dan pohon tumbang. "Potensi cuaca ekstrem berupa puting beliung, hujan es, hujan lebat disertai kilat/petir, dan angin kencang masih dapat terjadi hingga Maret-April mendatang," ucap Guswanto.
Dia menjelaskan fenomena hujan es dapat terjadi karena dipicu oleh adanya pola konvektivitas di atmosfer dalam skala lokal-regional yang signifikan. Hujan es dapat terbentuk dari sistem awan konvektif jenis Cumulonimbus (Cb) yang umumnya memiliki dimensi menjulang tinggi.
"Inilah yang menandakan bahwa adanya kondisi labilitas udara signifikan dalam sistem awan tersebut sehingga dapat membentuk butiran es di awan dengan ukuran cukup besar," ujar Guswanto.
Guswanto juga menerangkan besarnya dimensi butiran es dan kuatnya aliran udara turun dalam sistem awan CB dapat menyebabkan butiran es dengan ukuran cukup besar terbentuk di puncak awan CB. Kemudian, butiran es tersebut turun ke dasar awan hingga keluar dari awan dan menjadi fenomena hujan es.
"Kecepatan downdraft yang signifikan dapat mengakibatkan butiran es yang keluar dari awan tidak mencair secara cepat di udara dan bahkan ketika sampai jatuh ke permukaan bumi pun masih dalam berbentuk butiran es yang dikenal dengan fenomena hujan es," ucap Guswanto.