REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus ujaran kebencian dan pemicu keonaran Ferdinand Hutahean hadir dalam sidang beragendakan pemeriksaan keterangan saksi pada Selasa (22/2) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ferdinand mengklaim dirinya tak menaruh kebencian pada Bahar bin Smith.
Sidang kali ini menghadirkan Ketua Umum DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Haris Pertama sebagai saksi. Haris juga merupakan pelapor Ferdinand dalam kasus ini.
Haris menduga cicitan Ferdinand soal 'Allahmu lemah' dipublikasikan sebagai buntut kebencian terhadap Bahar bin Smith. Sehingga, Haris menduga Ferdinand lantas membanding-bandingkan Allah. Cuitan Ferdinand soal Allah tersebut muncul setelah beberapa kali mencuit mengenai Bahar bin Smith.
"Ini unsur kebencian terlalu dalam ke Bahar bin Smith jadi membandingkan Allah. Ada beberapa unsur yang kami KNPI laporkan ke Mabes (Polri)," kata Haris dalam persidangan tersebut.
Seusai kesaksian Haris, Ferdinand mendapat giliran memberi tanggapan. Ferdinand tak mau disebut membenci Bahar bin Smith secara pribadi. Ia berupaya mengklarifikasi tudingan Haris.
"Saya keberatan disebut membenci Bahar. Saya nggak keberatan dengan pribadi Bahar," ujar Ferdinand.
Ferdinand juga mengaku sempat bertemu Yahya Waloni dan Rizieq Shihab di rumah tahanan (Rutan) Bareskrim Polri. Dalam pertemuan itu, ia menyampaikan soal tak adanya kebencian ia kepada Bahar bin Smith. "Saya ketemu Yahya Waloni, Habib Rizieq di rutan. Saya berusaha luruskan. Intinya saya tidak ada kebencian dengan Bahar," ucap Ferdinand.
Diketahui, Ferdinand didakwa melakukan tindak pidana ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan menimbulkan keonaran. Perbuatan itu dilakukan Ferdinand melalui akun Twitter @FerdinandHaean3 dengan unggahan 'Allahmu lemah'.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkap pelanggaran pidana yang dilakukan Ferdinand berawal dari beberapa cuitannya di Twitter tentang Bahar bin Smith yang tengah menjalani proses hukum di Polda Jawa Barat. Isi cuitan itu "Hari ini Bahar Smith dijadwalkan diperiksa di Polda Jabar atas ujaran kebencian. Kita dorong Polda Jabar untuk menetapkan Bahar Smith sebagai TERSANGKA dan DITAHAN demi keadilan. Yang setuju dengan saya mohon Retweet".
JPU menilai sejumlah cicitan Ferdinand menandakan kebenciannya terhadap Bahar bin Smith. Menurut JPU, Ferdinand sangat ingin supaya Bahar bin Smith secepatnya mendekam di tahanan lagi.
"Untuk memperkuat keinginannya tersebut, Terdakwa menginformasikan kepada masyarakat luas melalui unggahannya. Jika Bahar bin Smith tidak ditahan maka bangsa Indonesia seolah-olah akan menjadi tidak teduh," ujar JPU dalam sidang pada pada 15 Februari.
Akibat perbuatannya, Ferdinand didakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE) atau Pasal 156a huruf a dan/atau Pasal 156 KUHP.