Rabu 23 Feb 2022 16:31 WIB

PBB Khawatirkan Peningkatan Pelanggaran HAM di Ukraina Timur

Pengakuan Putin atas Luhansk dan Donetsk bisa meningkatkan risiko pelanggaran HAM

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Warga dievakuasi dari Donetsk dan Luhansk, wilayah yang dikuasai separatis pro Rusia di Ukraina Timur. Mereka menaiki bus untuk dibawa ke tempat tinggal sementara di wilayah lain Rusia, Selasa (22/2/2022).
Foto: AP Photo
Warga dievakuasi dari Donetsk dan Luhansk, wilayah yang dikuasai separatis pro Rusia di Ukraina Timur. Mereka menaiki bus untuk dibawa ke tempat tinggal sementara di wilayah lain Rusia, Selasa (22/2/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA – Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (HAM) Michelle Bachelet mengatakan, dia sangat prihatin atas keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin mengakui kemerdekaan Luhansk dan Donetsk, dua wilayah di timur Ukraina. Menurutnya, hal itu dapat meningkatkan risiko pelanggaran HAM yang serius.

“Saya sangat prihatin bahwa setiap eskalasi signifikan dalam aksi militer menciptakan peningkatan risiko pelanggaran hak asasi manusia yang serius serta pelanggaran hukum humaniter internasional,” kata Bachelet dalam sebuah pernyataan pada Selasa (22/2), dikutip laman UN News.

Baca Juga

Dia mengungkapkan, pada momen kritis ini, prioritas tertinggi adalah pencegahan eskalasi lebih lanjut dan jatuhnya korban serta infrastruktur sipil. “Saya menyerukan semua pihak untuk menghentikan permusuhan dan membuka jalan bagi dialog alih-alih menyiapkan panggung untuk kekerasan lebih lanjut,” ujarnya.

Bachelet mengatakan, pihaknya memantau dengan cermat perkembangan di timur Ukraina. Juru bicara Kantor Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) Jens Laerke mengungkapkan, OCHA telah menerima laporan tentang meningkatnya “aksi permusuhan” di Ukraina timur dalam beberapa hari terakhir. “Itu adalah pengingat nyata dari kenyataan yang dihadapi anak-anak, wanita, dan pria di Ukraina timur selama delapan tahun terakhir," ucapnya.

Pada Senin (21/2) lalu, Vladimir Putin mengumumkan bahwa Rusia mengakui kemerdekaan Luhansk dan Donetsk. Tak lama setelah itu, Rusia mengirim apa yang disebutnya pasukan perdamaian ke kedua wilayah tersebut. Langkah Rusia tersebut menuai kecaman luas, terutama dari negara-negara Barat. Keputusan Moskow dianggap ilegal dan dapat merusak potensi negosiasi damai.

Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Kanada telah mengumumkan sanksi ekonomi terhadap Rusia merespons pengakuan kemerdekaan Luhansk serta Donetsk. AS menjatuhkan sanksi terjadap bank militer Rusia yaitu Corporation Bank for Development and Foreign Economic Affairs Vnesheconombank (VEB) dan Promsvyazbank. Lima pejabat Kremlin juga dibidik oleh sanksi Washington.

Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mengatakan, pemerintahnya akan melarang warga Kanada melakukan semua transaksi keuangan dengan Luhansk dan Donetsk. Kanada juga akan melarang warganya terlibat dalam pembelian utang negara Rusia.

Trudeau mengungkapkan, pemerintahnya akan memberikan sanksi kepada anggota parlemen Rusia yang memilih keputusan untuk mengakui kemerdekaan Donetsk dan Luhansk. Selain itu, Ottawa juga bakal menerapkan sanksi tambahan kepada dua bank Rusia yang didukung negara serta mencegah transaksi keuangan dengan keduanya.

Trudeau pun menyoroti langkah Rusia mengirim pasukan ke Luhansk dan Donetsk. Menurutnya langkah itu merupakan serangan terhadap kedaulatan Ukraina. "Ini adalah invasi lebih lanjut dari negara berdaulat dan itu sama sekali tidak dapat diterima. Belum terlambat bagi Rusia untuk mencari resolusi diplomatik," kata Trudeau.

Jerman menghentikan proyek pipa gas baru dari Rusia, yakni Nord Stream 2. Rusia telah mengkritik serangkaian sanksi yang dijatuhkan Barat. Moskow menganggap langkah tersebut tidak sah.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement