REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil ajudan Wali Kota Bekasi, yaitu Bagus Kuncoro Jati alias Dimas sebagai saksi dalam penyidikan kasus yang melibatkan tersangka Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi (RE) alias Pepen. RE merupakan salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait dengan pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.
"Hari ini, Bagus Kuncoro Jati alias Dimas diperiksa sebagai saksi untuk tersangka RE," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (24/2/2022). Selain Dimas, KPK juga memanggil satu orang saksi lainnya, yaitu Rachmat Utama Djangkar dari pihak swasta PT Deka Sari Perkasa.
Pada Kamis (6/1/2022), KPK menetapkan total sembilan tersangka, yakni lima penerima suap dan empat pemberi suap terkait kasus dugaan korupsi tersebut.Para penerima suap adalah Rahmat Effendi (RE), Sekretaris DPMPTSP M Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL).
Lalu, pemberi suap adalah Direktur PT ME Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT KBR Suryadi (SY), serta Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS). Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemkot pada 2021 menetapkan APBD Perubahan 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran Rp 286,5 miliar.
Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi, senilai Rp 21,8 miliar, serta pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp 25,8 miliar dan lahan Polder Air Kranji senilai Rp 21,8 miliar. Selanjutnya, ganti rugi lain berbentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar.
Atas proyek tersebut, RE diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan melakukan intervensi. RE memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek itu serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan. Lalu sebagai bentuk komitmen, RE diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemkot Bekasi dengan sebutan untuk sumbangan masjid.
Uang tersebut diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaannya, yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin. Tidak hanya itu, RE pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemkot Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya.
Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional RE yang dikelola oleh Mulyadi. Adapula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan RE diduga menerima Rp 30 juta dari Ali Amril melalui M Bunyamin.