REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam berdzikir hendaknya seorang mukmin melakukannya sesuai dengan waktu dan tuntunannya atau munasabah. Selain itu juga sesuai dengan batasan yang telah ditentukan.
Dikutip dari buku Jangan Takut Hadapi Hidup karya Dr Aidh Abdullah Al-Qarny, apabila dzikir tidak sesuai, maka akan menunjukkan bahwa seseorang tidak mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Setelah selesai mengerjakan sholat, Rasulullah ﷺ menganjurkan agar seorang mukmin membaca tasbih tiga puluh tiga kali, tahmid tiga puluh tiga kali, takbir tiga puluh tiga kali, dan tahlil seratus kali, lalu membaca ayat kursi, surat Al Ikhlas, Al Falaq, dan An Nas.
Apabila Anda naik gunung atau membawa barang yang berat maka hendaknya Anda membaca hauwqalah yaitu 'la hauwla wa la quwwatta illa billah'.
Abu Musa Radhiyallahu Anhu berkata, “Kami pernah mendaki lereng bersama Rasulullah ﷺ orang-orang memekikkan allahu akbar sedangkan aku sendiri mengucapkan la hauwla wa la quwwatta illa billah. Rasulullah ﷺ kemudian berkata kepadaku:
ألَا أدُلُّكَ علَى كَلِمَةٍ مِن كَنْزٍ مِن كُنُوزِ الجَنَّةِ “Wahai Abu Musa, maukah aku tunjukkan kepadamu salah satu harta surga?” “Mau, wahai Rasulullah,” jawab Abu Musa. Rasulullah menjawab:
لا حَوْلَ ولَا قُوَّةَ إلَّا باللَّهِ "la haula wa laa quwwatta illa billah." (HR Bukhari dan Muslim)
Apabila seseorang sedang bertafakur atas keindahan ciptaan Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka bacaan yang sesuai dengan kondisinya yaitu ucapan subhanallah.
Ketika nama Muhammad Rasulullah SAW disebut, kita ucapkan shalawat kepada beliau. Adapun ketika makan, kita mulai dengan membaca bismillah dan kita akhiri dengan membaca Alhamdulillah. Jadi, setiap dzikir yang diajarkan Rasulullah ﷺ ada tempatnya masing-masing.