REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Model Hailey Baldwin yang baru berusia 25 tahun mengalami strok ringan pada pekan lalu. Gaya hidupnya sehat dengan pola makan pescatarian (kombinasi vegetarian, konsumsi ikan, dan hidangan laut), minum banyak air, dan menghindari gula.
Hailey tidak pernah lupa mencukupi kebutuhan air putih setiap hari. Dia aktif berolahraga seperti pilates, yoga, tinju, dan latihan beban.
Strok yang dialami Hailey ringan, namun sempat membuatnya dirawat di rumah sakit. Sang suami, Justin Bieber, pun menjadi trauma melihatnya.
"Meskipun ini adalah salah satu momen paling menakutkan yang pernah saya alami, saya di rumah sekarang dan baik-baik saja," ujarnya lewat media sosial Instagram.
Tidak biasa bagi seseorang untuk menderita strok dalam usia semuda Hailey. Hanya ada sekitar 10 persen kasus strok pada pasien berusia kurang dari 50 tahun dan risikonya sebenarnya sangat rendah.
Akan tetapi, faktor-faktor tertentu meningkatkan risiko mengidap strok di usia muda. Presiden American Heart Association, Donald M Lloyd-Jones, menyarankan agar seseorang secara proaktif mencermati tanda-tandanya.
Lloyd-Jones menjelaskan, strok terjadi ketika ada gangguan aliran darah ke otak. Biasanya, gangguan tercetus akibat bekuan darah yang berjalan ke otak atau dari pendarahan otak spontan.
Dalam kasus Hailey, gangguan itu terjadi karena gumpalan kecil. Semakin cepat strokediketahui, penanganannya semakin efektif.
"Hitungan menit penting dalam menyelamatkan jaringan otak dan fungsi otak," kata Lloyd-Jones, dikutip dari laman Insider, Jumat (18/3).
Cara pengobatan strok tergantung pada seberapa besar gumpalan darah, di mana letaknya, serta jenisnya. Gumpalan darah dapat diobati dengan obat penghilang gumpalan atau diangkat melalui operasi.
Hailey merasa beruntung karena gumpalan darah yang membuatnya mengalami strok keluar dengan sendirinya. Sementara, strok yang disebabkan oleh pendarahan otak dapat dihentikan dengan obat pengencer darah.
Cara lain ialah dengan memasukkan kumparan ke dalam pembuluh darah yang terimbas. Seberapa cepat pasien mendapatkan pengobatan memengaruhi tingkat keparahan dan lamanya komplikasi lanjutan.
Lloyd-Jones, yang juga ketua Departemen Kedokteran Pencegahan di Fakultas Kedokteran Feinberg Universitas Northwestern, menyebutkan beberapa komplikasi yang bisa terjadi. Itu termasuk infeksi saluran kemih, pneumonia, kelumpuhan, serta kesulitan berbicara dan menelan.
Sebagian pasien mengalami kehilangan ingatan, perubahan kepribadian, dan kecenderungan untuk bersikap tidak senonoh. Komplikasi demikian tentunya tidak diharapkan terjadi pada pasien strok.