Ahad 02 Apr 2023 14:13 WIB

Perempuan Berusia 25 Tahun Alami Strok Ringan Setelah Minum Pil KB

Dokter tidak memperingatkan efek samping pil kontrasepsi yang diresepkannya.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Reiny Dwinanda
KB suntik dan pil. Sebelum meresepkan pil kontrasepsi, dokter perlu mengetahui riwayat kesehatan pasiennya.
Foto: Republika/Musiron/ca
KB suntik dan pil. Sebelum meresepkan pil kontrasepsi, dokter perlu mengetahui riwayat kesehatan pasiennya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang perempuan muda asal Inggris hampir meninggal dunia setelah menggunakan pil kontrasepsi baru. Holly McComish berusia 25 tahun ketika ia menderita strok, hanya beberapa pekan setelah ia diberi resep kontrasepsi oral Microgynon 30 melalui telepon.

"Rasanya seperti terperangkap di dalam tubuh saya sendiri, saya pikir saya berada di ambang kematian," ujar produser teater ini mengenang kejadian menakutkan yang dia alami.

Baca Juga

Holly yang sebelumnya bugar dan sehat, mengalami pingsan saat pertemuan bisnis pada Oktober 2021. Menurut dia, kala itu, penglihatannya mulai kabur dan dia tidak bisa mengeluarkan kata-kata.

"Untungnya, seseorang menyadari bahwa separuh wajah saya merosot dan mereka memanggil ambulans," kata dia, seperti dilansir dari The Sun, Ahad (2/4/2023).

Dua bulan sebelumnya, tepatnya pada Agustus, Holly diresepkan Microgynon 30 oleh dokternya melalui telepon. Saat itu, pemerintah Inggris tengah memberlakukan kebijakan lockdown akibat Covid-19 sehingga dokter umum tidak menyediakan konsultasi tatap muka.

"Dokter terlalu mudah meresepkan pil itu kepada saya," kata dia.

Menurut Holly yang kini berusia 26 tahun, dokter umum tersebut tidak memperingatkan tentang beberapa efek samping utama pil, tidak melakukan tes apapun, dan tidak mengajukan pertanyaan penting yang berkaitan dengan riwayat kesehatan. Mengingat tidak semua perempuan aman mengonsumsi pil kontrasepsi, para profesional medis biasanya mengajukan beberapa pertanyaan kepada pasiennya dan memeriksa tekanan darah mereka sebelum meresepkan obat-obatan.

"Dokter hanya menjelaskan bahwa pil tersebut memiliki risiko depresi yang kecil, namun saya tidak mempermasalahkan hal tersebut karena saya pikir jika saya merasa sedih, saya dapat berhenti meminumnya. Tidak ada yang dikatakan tentang pembekuan darah atau strok," kata Holly.

Pada bulan September, Holly mulai mengalami pusing dan sakit kepala. Mulanya ia mengira itu merupakan reaksi normal ketika memulai pengobatan baru. Sebulan kemudian, Holly mengalami transient ischaemic attack (TIA) atau strok ringan saat sedang bekerja.

Layanan Kesehatan Nasional Inggris (NHS) menjelaskan, TIA biasanya disebabkan oleh gangguan sementara pada suplai darah ke otak. Sering kali, kondisi ini disebabkan oleh gumpalan darah yang terbentuk di tempat lain di dalam tubuh.

Sambil menunggu ambulans, Holly, yang tidak dapat berbicara atau bergerak, dibaringkan di lantai. Holly kemudian dirujuk ke London Neurological Hospital.

Dokter mendiagnosisnya dengan strok setelah gumpalan darah menjalar ke otaknya melalui patent foramen ovale (PFO), yang kadang-kadang disebut lubang di jantung. Dokter menyuruhnya untuk segera berhenti minum pil kontrasepsi dan diberikan obat pengencer darah.

"Saya langsung menangis, rasanya seperti mimpi buruk. Aku benar-benar tidak menyangka hal itu akan terjadi pada seorang perempuan berusia 25 tahun," kata Holly.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement