Jumat 25 Mar 2022 15:22 WIB

DPD Gugat Presidential Threshold ke MK

Demokrasi dinilai telah dibajak oleh kekuatan modal melalui syarat ambang batas.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ilham Tirta
Kuasa Hukum DPD, Denny Indrayana.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kuasa Hukum DPD, Denny Indrayana.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketentuan syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kali ini, gugatan diajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) secara kelembagaan.

"Artinya, gugatan ini merepresentasikan penolakan presidential threshold oleh mayoritas senator dari seluruh penjuru nusantara, yang mewakili konstituennya masing-masing," kata kuasa hukum para pemohon, Denny Indrayana kepada wartawan, Jumat (25/3/2022).

Baca Juga

Denny mengatakan, pengajuan uji konstitusionalitas Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur presidential threshold ini merupakan bentuk ikhtiar memperjuangkan daulat rakyat. Sebab menurutnya, demokrasi telah dibajak oleh kekuatan modal melalui penerapan syarat ambang batas.

“Jadi, ikhtiar yang terus dan berulang dilakukan ini menunjukkan bahwa demokrasi atau daulat rakyat tidak boleh lagi dikalahkan oleh duitokrasi," ujar Denny.

Denny juga mengeklaim gugatan kali ini dilakukan demi menyelamatkan rakyat dari kekuatan oligarki yang koruptif, manipulatif, dan destruktif. "Demokrasi kita tidak boleh dikangkangi hanya oleh kekuatan modal. Ini adalah presiden pilihan rakyat, bukan presiden pilihan uang," lanjut Denny.

Ketua DPD, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti mengungkapkan, keputusan bulat rapat paripurna DPD memutuskan mengambil bagian dan peran perjuangan melalui pengajuan gugatan presidential threshold. Hal ini dilakukan untuk menyelamatkan pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat agar tidak dibajak oleh oligarki.

"Demokrasi Indonesia harus diselamatkan, salah satunya dengan menguji presidential threshold ini agar makin banyak aternatif calon presiden. Semakin banyak alternatif pasangan calon, maka semakin selektif dan sehat pula persaingan yang didapat, sehingga potensi presiden dan wakil presiden terpilih disetir dan dikendalikan oleh oligarki semakin kecil," kata La Nyalla.

Bersama DPD, peserta pemilu tahun 2019, yaitu Partai Bulan Bintang (PBB) juga berada dalam tim gugatan yang sama. PBB berpandangan eksistensi syarat perolehan kursi 20 persen anggota DPR atau 25 persen suara sah pada pemilu anggota DPR sebelumnya telah menghilangkan hak konstitusional partai politik untuk mengusung pasangan calon.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement