Senin 28 Mar 2022 17:19 WIB

PDIP: Khazanah Kuliner Nusantara tak Diangkat Saat Orba

PDIP mengatakan, keberagaman kuliner tak hadir karena kebijakan pangan yang salah.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto (kedua kanan) bersama kader partainya melakukan demo masak tanpa minyak goreng kelapa sawit di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta, Senin (28/3/2022). Kegiatan tersebut digelar untuk mengampanyekan diversifikasi pangan tanpa gorengan sekaligus sebagai upaya mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap minyak goreng kelapa sawit.
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto (kedua kanan) bersama kader partainya melakukan demo masak tanpa minyak goreng kelapa sawit di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta, Senin (28/3/2022). Kegiatan tersebut digelar untuk mengampanyekan diversifikasi pangan tanpa gorengan sekaligus sebagai upaya mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap minyak goreng kelapa sawit.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan, Indonesia memiliki keberagaman kuliner. Namun, ia mengatakan, hal tersebut tak hadir karena kebijakan pangan yang salah di masa lalu.

"Oleh suatu kebijakan yang salah di masa lalu, terutama pada masa Orde Baru kita melihat bahwa seluruh khazanah kuliner nusantara ini tidak diangkat kembali. Padahal Bung Karno selama tujuh tahun telah merintis suatu buku kuliner yang merupakan handbooknya kuliner nusantara, Mustikarasa," ujar Hasto dalam acara Demo Masak Tanpa Minyak Goreng, Senin (28/3/2022).

Baca Juga

Hasto mengatakan, buku Mustikarasa merupakan buku yang mencerminkan kepribadian kuliner nusantara yang berasal lidah dan perut rakyat. Hal ini menjadi tanda bahwa Indonesia seharusnya menjadi negara dengan kedaulatan pangan.

"Berkaitan dengan bagaimana Indonesia yang begitu kaya dengan sumber-sumber makanan, dengan bumbu-bumbuan yang luar biasa, yang seharusnya membuat kita berdaulat di bidang pangan dan kita bisa mengupayakan secara berdikari tentang pangan itu," ujar Hasto.

Terkait langkanya minyak goreng, ia menceritakan pengalamannya ketika dulu hidup di desa yang memiliki kemandirian terkait pangan. Di sana, masyarakat kerap menggunakan minyak kelapa untuk mengolah makanannya.

"Jadi di desa itu berdikari, jadi kalau kita mau punya hajatan, misalnya sunatan, itu seminggu sebelumnya ibu-ibu berkumpul dan membuat minyak dari kelapa. Dan itu berguna semua hasilnya," ujar Hasto.

Ia juga menceritakan pengalamannya yang pernah ketergantungan terhadap gorengan. Akibatnya, kini kolesterolnya selalu tinggi meskipun dirinya terus meminum obat.

"Menggelorakan kembali suatu semangat untuk melihat sumber-sumber makanan yang tidak dengan gorengan, yang membikin tidak sehat karena kolesterol tinggi sebagaimana saya alami dua tahun terakhir. Sudah minum obat anti kolesterol, kolesterol masih tinggi karena ketergantungan terhadap gorengan," ujar Hasto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement