Selasa 29 Mar 2022 21:03 WIB

Kejakgung Tahan Purnawirawan TNI Terkait Korupsi Dana Perumahan Prajurit

CW AHT diduga terlibat kasus pengadaan lahan untuk TWP di Jabar dan Sumel.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Ilham Tirta
Purnawirawan TNI AD berpangkat Kolonel CW AHT ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka korupsi, Selasa (29/3/2022).)
Foto: Bambang Noroyono/Republika
Purnawirawan TNI AD berpangkat Kolonel CW AHT ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka korupsi, Selasa (29/3/2022).)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim penyidik koneksitas Kejaksaan Agung (Kejakgung) menahan seorang purnawirawan TNI Angkatan Darat (AD) berpangkat Kolonel, CW AHT dari satuan Zeni. Penahanan tersebut terkait dengan penyidikan dugaan korupsi pengadaan lahan perumahan prajurit program Tabungan Wajib Perumahan (TWP) TNI-AD 2013-2020 di Jawa Barat (Jabar) dan Sumatera Selatan (Sumel).

Kolonel Czi (Purn) CW AHT sudah ditetapkan tersangka sejak pekan lalu, Selasa (22/3/2022). Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum), Ketut Sumedana mengatakan, tersangka CW AHT ditetapkan tersangka selaku mantan kepala Badan Pengelola TWP TNI-AD.

Baca Juga

“Tersangka Kolonel Czi (Purn) CW AHT ditahan selama 20 hari terhitung hari ini di Rumah Tahanan Puspom AD,” kata Ketut, Selasa (29/3).

Penahanan tersebut juga sudah mendapatkan persetujuan dari Wakil Kepala Staf TNI AD, pada Selasa (29/3). Dalam kasus TWP TNI-AD ini, sebetulnya sudah ada empat orang tersangka. Dua tersangka dari TNI dan dua lainnya dari sipil dan pengusaha. Tetapi, dari empat tersangka itu, terkait dua kasus yang beririsan dan sama.

Kasus pertama yang menyangkut korupsi pengadaan lahan perumahan, selain CW AHT, penyidik koneksitas juga menetapkan KGSMS, Direktur PT Artha Multi Adiniaga (AMA) sebagai tersangka. Dalam kasus ini, kerugian negara mencapai Rp 59 miliar.

Ketut menerangkan, kasus ini berawal dari CW yang menunjuk KGSMS selaku pihak swasta penyedia lahan perumahan prajurit di wilayah Nagreg, Jabar dan di Gandus Palembang, Sumsel. Tersangka KGSMS, lewat peran perusahaannya mengadakan lahan untuk TWP-TNI AD di Nagrek, seluas 40 hektare senilai Rp 32 miliar.

Namun, dalam realisasinya lahan yang diadakan hanya seluas 17,8 hektare. Sementara lahan perumahan prajurit lainnya di Gandus, luasnya 40 hektare senilai Rp 41,8 miliar. Namun lahan tersebut fiktif. Sementara pembayaran sudah dilakukan 100 persen.

“Sehingga pengadaan lahan tersebut merugikan keuangan negara Rp 59 miliar,” ujar Ketut.

Masih terkait pengadaan lahan tersebut, tim penyidik juga menemukan adanya penerimaan uang dari tersangka KGSMS kepada Kolonel CW AHT. Penerimaan uang diduga sebagai kompensasi kerjasama.

“Tersangka Kolonel Czi (Purn) CW AHT menandatangani perjanjian kerjasama untuk pengadaan lahan tersebut. Namun dalam kerjasama tersebut, tersangka Kolonel Czi (Purn) CW AHT diduga menerima aliran uang dari tersangka KGSMS,” ujar Ketut.

Dari hasil penyidikan, tersangka CW AHT juga ditemukan adanya penggunaan anggaran TWP TNI-AD senilai Rp 700 juta yang tak dapat dipertanggungjawabkan. “Dalam penggunaan anggaran tersebut dilakukan tersangka Kolonel Czi (Purn) CW AHT tanpa izin dan persetujuan dari Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD),” kata Ketut.

Sementara dalam irisan kasus serupa, yakni terkait penggunaan dana TWP TNI-AD untuk investasi pribadi. Dalam kasus tersebut, dua tersangka yang sudah ditetapkan adalah Brigjen YAK dan NPP selaku Direktur Utama (Dirut) PT Griya Sari Harta (GSH). Kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp 127 miliar. Dalam kasus ini, Brigjen YAK sudah disidangkan dan proses hukumnya masih terus berjalan di Pengadilan Militer di Jakarta.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement