REPUBLIKA.CO.ID, VILNIUS -- Lithuania memutuskan menyetop impor impor gas dari Rusia. Langkah itu diambil saat Rusia masih terlibat pertempuran dengan Ukraina.
“Mulai bulan ini, tidak ada lagi gas Rusia di Lithuania. Bertahun-tahun yang lalu negara saya membuat keputusan hari ini memungkinkan kami tanpa rasa sakit untuk memutuskan ikatan energi dengan agresor,” tulis Presiden Lithuania Gitanas Nauseda lewat akun Twitter resminya pada Sabtu (2/4/2022), dikutip laman Anadolu Agency.
Dia pun seolah mendorong negara-negara Eropa untuk mengikuti jejak mereka. “Jika kami bisa melakukannya, seluruh Eropa juga bisa melakukannya,” tulis Nauseda.
Menteri Energi Lithuania Dainius Kreivys sepenuhnya mendukung keputusan Nauseda. “Strategi kemandirian energi yang diluncurkan pada 2009 telah mencapai salah satu tahap terakhirnya hari ini; tidak ada satu pun molekul gas Rusia yang akan memasuki sistem gas (Lithuania). Kebutuhan gas (Lithuania) akan dipenuhi sepenuhnya oleh terminal LNG Klaipėda. Lithuania tidak akan membeli gas apapun dari negara agresor,” tulis Kreivys lewat akun Twitter pribadinya.
Perusahaan energi Rusia Gazprom secara resmi mengumumkan terhitung sejak hari itu, setiap pembelian dan pengiriman gas mereka harus dibayar menggunakan mata uang rubel, Jumat (1/4/2022). Sebelumnya, sejumlah negara Eropa telah mengkritik keputusan semacam itu.
Negara anggota G7 pun menolak permintaan Rusia tentang pembelian gas dan minyak asal negara tersebut dengan menggunakan rubel. Moskow dinilai telah melanggar kesepakatan kontrak.
“Ini tidak dapat diterima dan kami meminta perusahaan terkait untuk tidak memenuhi permintaan Presiden Rusia (Vladimir) Putin. Semua menteri telah sepenuhnya setuju bahwa ini adalah langkah sepihak dan jelas melanggar kontrak yang ada,” kata Menteri Luar Negeri Jerman Robert Habeck kepada awak media di Berlin, Senin (28/3/2022).
Penolakan tersebut disampaikan Habeck setelah Jerman menjadi tuan rumah pertemuan konferensi G7 yang digelar virtual. Jerman diketahui mengimpor 55 persen pasokan gas alamnya dari Rusia sebelum negara tersebut menyerang Ukraina. Kanselir Jerman Olaf Scholz telah mengatakan, saat ini pemerintahannya berupaya segera mengakhiri ketergantungan negara tersebut pada minyak, gas, dan batu bara Rusia.
Negara-negara Uni Eropa lainnya pun sedang mencari sumber pasokan energi alternatif. Mereka mengadakan pembicaraan dengan Polandia, Finlandia dan negara-negara Teluk untuk memenuhi kebutuhan permintaan minyak dan gas.