Senin 04 Apr 2022 04:15 WIB

Ukraina Tolak Lanjutkan Negosiasi dengan Rusia Jika Pembicaraan Digelar di Belarusia

Perwakilan kedua negara terakhir kali bertemu dan berunding di Istanbul, Turki.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Andri Saubani
Barikade anti-tank ditempatkan di jalan sebagai persiapan untuk kemungkinan serangan Rusia, di Odesa, Ukraina, 24 Maret 2022.
Foto: AP Photo/Petros Giannakouris
Barikade anti-tank ditempatkan di jalan sebagai persiapan untuk kemungkinan serangan Rusia, di Odesa, Ukraina, 24 Maret 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Ukraina disebut menolak melanjutkan pembicaraan damai dengan Rusia jika digelar di Belarusia. Perwakilan kedua negara diketahui terakhir kali bertemu dan berunding di Istanbul, Turki.

“Kami akan senang melanjutkan negosiasi di Belarusia, tapi Ukraina tidak menginginkannya. Ini tidak nyaman bagi mereka atau karena beberapa alasan lain,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov saat diwawancara stasiun televisi Belarus-1 pada Sabtu (2/4/2022), dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.

Baca Juga

Kendati demikian, Peskov menekankan, Rusia tetap ingin melanjutkan dialog dengan Ukraina. “Anda harus setuju bahwa hal utama adalah menemukan area di mana kami mencapai kesepakatan dengan negosiator Ukraina, dan yang utama adalah mereka (pembicaraan) perlu dilanjutkan, tidak peduli di Istanbul dan di tempat lain,” ucapnya.

Menurut Peskov, banyak pihak yang menginginkan tujuan militer Rusia di Ukraina segera tercapai dan aksi permusuhan dapat dihentikan. “Mungkin melalui pembicaraan damai ini, meski tidak berjalan dengan mudah,” ujarnya.

Pada Selasa (29/3/2022) lalu, perwakilan Rusia dan Ukraina bertemu dan melakukan pembicaraan damai di Istanbul. Setelah pertemuan itu, Rusia telah berjanji akan secara drastis mengurangi operasi militernya di sekitar Kiev dan kota Chernihiv, Ukraina. Sementara Ukraina siap menjadi negara non-blok dan non-nuklir asalkan memperoleh jaminan keamanan.

Wakil Menteri Pertahanan Rusia Alexander Fomin mengatakan Rusia telah memutuskan untuk mengurangi pertempuran di dekat Kiev dan Chernihiv guna menciptakan kondisi dialog. Sementara itu, negosiator Ukraina mengatakan, mereka telah mengusulkan bahwa Ukraina tidak akan bergabung dengan aliansi atau pangkalan tuan rumah pasukan asing. Namun Ukraina menghendaki jaminan keamanan yang mirip dengan “Pasal 5” klausul pertahanan kolektif Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Ukraina mengidentifikasi Israel serta anggota NATO, yakni Kanada, Polandia, dan Turki sebagai negara yang dapat membantu memberikan jaminan tersebut. Usulan juga akan mencakup periode konsultasi 15 tahun tentang status Krimea yang dicaplok Rusia pada 2014. Proposal hanya bisa berlaku jika terjadi gencatan senjata lengkap.

Putaran pertama pembicaraan antara delegasi Rusia dan Ukraina digelar di wilayah Gomel, Belarusia, pada 28 Februari lalu. Pembicaraan tersebut berlangsung selama lima jam. Kala itu, Moskow dan Kiev tak berhasil menyepakati gencatan senjata.

Delegasi kedua negara menggelar pembicaraan lanjutan di Belovezhskaya Pushcha, Belarusia, pada 3 Maret lalu. Hingga pembicaraan putaran ketiga yang gelar di Brest, Belarusia, pada 7 Maret lalu, Rusia dan Ukraina belum berhasil menyepakati gencatan senjata. Setelah negosiasi tiga putaran, sebelum bertemu kembali di Istanbul, pembicaraan lanjutan antara kedua negara digelar secara daring atau virtual. 

Baca juga : Menunggu Gerak Lincah Presiden RI Damaikan Rusia-Ukraina

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement