Selasa 12 Apr 2022 12:54 WIB

Menteri PPPA: UU TPKS Penuhi Kebutuhan Hukum Masyarakat

RUU ini diharap menciptakan lingkungan masyarakat yang bebas dari kekerasan seksual.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga (kiri) bersama Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (kanan) mengikuti Rapat Pleno pengambilan keputusan atas hasil pembahasan RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan Badan Legislasi DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/4/2022). Dalam Rapat pleno tersebut Badan Legislasi DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) untuk segera disahkan jadi undang-undang dalam Rapat Paripurna.
Foto: Antara/Galih Pradipta
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga (kiri) bersama Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (kanan) mengikuti Rapat Pleno pengambilan keputusan atas hasil pembahasan RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan Badan Legislasi DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/4/2022). Dalam Rapat pleno tersebut Badan Legislasi DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) untuk segera disahkan jadi undang-undang dalam Rapat Paripurna.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengapresiasi pengambilan keputusan tingkat II terhadap Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) di DPR. Ia mengeklaim, UU tersebut akan menjadi pemenuhan hukum atas kasus kekerasan seksual di Indonesia.

"Diperlukan undang-undang khusus tentang tindak pidana kekerasan seksual, mampu menghadirkan landasan hukum, materiil, dan formil, dan menjamin kepastian hukum dan memenuhi kebutuhan hukum masyarakat," ujar Bintang di Ruang Rapat Paripurna, Kompleks Parlemen, Jakarta. Selasa (12/4/2022).

Baca Juga

Ia menjelaskan, kekerasan seksual adalah perbuatan yang menghina derajat dan martabat manusia. Perbuatan tersebut juga bertentangan dengan nilai ketuhanan dan kemanusiaan yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

"Kekerasan seksual merupakan bentuk dari tindak kekerasan, perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat manusia yang bertentangan dengan nilai ketuhanan dan kemanusiaan. Serta yang mengganggu keamanan dan ketenteraman masyarakat," ujar Bintang.

Disampaikannya, kekerasan seksual juga merupakan perbuatan yang melanggar hak asasi manusia. Apalagi dampaknya negatif yang ditimbulkan sangat besar di bidang sosial, ekonomi, kesehatan, dan politik.

Ia menegaskan, menjadi hak setiap negara untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan. Setiap warga negara juga berhak bebas dari penyimpangan seksual atau perlakuan yang merendahkan derajat, martabat manusia. Bintang mengatakan, UU TPKS juga merupakan payung hukum yang lebih baik dalam menindak pelaku kekerasan seksual.

Tujuan lain dari RUU ini adalah untuk menciptakan lingkungan masyarakat yang bebas dari kekerasan seksual. "Marilah kita menjaga komitmen bersama yang sudah tumbuh sejak awal penyusunan rancangan undang-undang ini. Agar rancangan undang-undang yang akan disahkan ini menjadi undang-undang yang dapat dilaksanakan secara komprehensif dan integratif," ujar Bintang.

Ketua DPR Puan Maharani menetapkan RUU TPKS menjadi undang-undang. Pengesahan dilakukan dalam rapat paripurna ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022. "Apakah RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual disahkan menjadi undang-undang?" tanya Puan dijawab setuju oleh anggota dewan yang hadir di Ruang Rapat Paripurna, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (12/4).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement