Ahad 17 Apr 2022 11:22 WIB

Kompolnas Setuju Kasus Korban Begal Jadi Tersangka Dihentikan Polisi

Kompolnas setuju kasus korban begal yang menjadi tersangka dihentikan polisi.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Korban begal yang sempat ditetapkan menjadi tersangka kasus pembunuhan terhadap pelaku, Amaq Sinta (kanan) didampingi kuasa hukumnya memberi keterangan kepada wartawan di Mapolda NTB, Mataram, Sabtu (16/4/2022). Kompolnas setuju kasus korban begal yang menjadi tersangka dihentikan polisi.
Foto: ANTARA/Dhimas Budi Pratama
Korban begal yang sempat ditetapkan menjadi tersangka kasus pembunuhan terhadap pelaku, Amaq Sinta (kanan) didampingi kuasa hukumnya memberi keterangan kepada wartawan di Mapolda NTB, Mataram, Sabtu (16/4/2022). Kompolnas setuju kasus korban begal yang menjadi tersangka dihentikan polisi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menanggapi kasus korban begal Amaq Sinta di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang sempat jadi tersangka karena membunuh pelaku begal. Kompolnas menilai kasus tersebut pantas disetop bila memang terbukti ada unsur pembelaan diri dari AS.

Anggota Kompolnas Yusuf Warsyim mengapresiasi Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri Komjen Agus Andrianto yang menilai Amaq Sinta tak salah. Pernyataan itu langsung mendapat respons dari jajaran di bawahnya.

Baca Juga

"Menyikapi korban begal menjadi Tersangka atas nama Amaq Sinta di Polres Lombok Tengah, saya setuju dan mendukung respon Kabareskrim agar penyidikan kasus tersebut dihentikan," kata Yusuf yang dikutip Republika pada Ahad (17/4/2022).

Yusuf mengingatkan agar proses penghentian penyidikan terhadap Amaq Sinta wajib berpegang pada bukti kuat mengenai pembelaan diri korban atas pelaku begal.

"Tentunya penghentian penyidikannya, didasarkan hasil penyidikan bahwa berdasarkan alat bukti korban begal tersebut melakukan pembelaan diri dengan melakukan perlawanan terhadap pembegal hingga menewaskan pembegal," ujar Yusuf.

Sebab Yusuf khawatir bisa saja kasus ini menuju tahap praperadilan. Sehingga pembuktian Amaq Sinta harus kuat guna menepis upaya hukum tersebut.

"Penghentian penyidikan tersebut tetap tidak tertutup dari upaya hukum praperadilan. Katakanlah apabila dari pihak keluarga tersangka pelaku begal yang meninggal tidak menerima penghentian penyidikan, kemudian melakukan upaya praperadilan," ucap Yusuf.

Selain itu, Yusuf menyarakan kepada penyidik dapat melihat kembali kasus serupa yang pernah terjadi sebelumnya. Salah satunya kasus pembelaan yang pernah terjadi di Bekasi pada tahun 2018 silam.

Pada kasus ini, Muhammad Irfan Bahri yang berumur 19 tahun terlibat perkelahian dengan dua pembegal, yang berupaya merebut telepon genggam miliknya dan temannya serta melukai Irfan dengan celurit. Namun, pada akhirnya satu pembegal terluka parah dan meninggal dunia.

"Irfan hanya sempat ditetapkan sebagai tersangka yang kemudian diklarifikasi oleh kepolisian sebagai saksi," ungkap Yusuf.

Diketahui, Kepala Kepolisian Daerah NTB Inspektur Jenderal Polisi Djoko Poerwanto dalam konferensi pers di Mataram, Sabtu (16/4/2022), mengatakan, kasus tersebut dihentikan penyidik berdasarkan hasil gelar perkara khusus kepolisian.

Djoko menegaskan penghentian perkara ini sudah sesuai dengan prosedur yang dasarnya merujuk pada Peraturan Kapolri Nomor 6/2019 Pasal 30 tentang Penyidikan Tindak Pidana.

"Dari gelar perkara khusus, dinyatakan bahwa penyidik tidak menemukan unsur perbuatan melawan hukum baik secara materiil maupun formil," kata Djoko.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement