REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Perdana Menteri baru Sri Lanka Ranil Wickremesinghe mengatakan pada Selasa (24/5/2022) akan mengajukan anggaran sementara dalam waktu enam minggu. Dia memangkas proyek infrastruktur untuk mengubah rute dana menjadi program bantuan dua tahun.
Sosok yang baru menjabat dua minggu lalu ini memperingatkan bahwa inflasi akan meningkat ketika pemerintah turun tangan untuk mengatasi krisis. Dia pun memprediksi mungkin ada lebih banyak protes di jalanan dan berharap kerusuhan tidak akan lepas kendali.
"Melihat hari-hari sulit ke depan, harus ada protes. Wajar ketika orang menderita, mereka harus protes,” kata Wickremesinghe dalam sebuah wawancara di kantor perdana menteri era kolonial di ibu kota komersial Kolombo.
Wickremesinghe menambahkan bahwa dana akan tersedia untuk membantu yang paling rentan dari 22 juta orang di negara itu. "Namun kami ingin memastikan bahwa itu tidak mengganggu stabilitas sistem politik. Dengan anggaran sementara, ini hanya tentang memotong pengeluaran, memotong ke tulangnya jika memungkinkan dan mentransfernya ke kesejahteraan," katanya.
Untuk mencari uang untuk mendukung langkah-langkah bantuan, Wickremesinghe mengatakan, pemerintahannya sedang melakukan tinjauan kemungkinan pemotongan pengeluaran di sektor pemerintah yang membengkak di negara itu. "Misalnya Kementerian Kesehatan, kita tidak bisa memangkas pengeluarannya saja. Kementerian Pendidikan, itu pengurangan terbatas, tapi ada banyak kementerian lain yang bisa kita potong," katanya.
Sri Lanka sedang terhuyung-huyung dari krisis ekonomi terburuknya sejak kemerdekaan pada 1948. Kondisi ini disebabkan kekurangan mata uang asing sangat membatasi impor kebutuhan pokok termasuk bahan bakar dan obat-obatan, memicu protes berbulan-bulan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Sebagian besar kemarahan publik ditujukan pada Presiden Gotabaya Rajapaksa dan keluarganya. Mereka dituduh menjadi penyebab krisis karena salah menangani ekonomi. Akar dari krisis saat ini juga terletak pada pandemi Covid-19 yang menghancurkan industri pariwisata yang menjadi andalan dan melemahkan pengiriman uang dari pekerja asing. Ditambah lagi kebijakan pemotongan pajak populis yang diberlakukan oleh pemerintahan Rajapaksa yang menguras pendapatan pemerintah.