Senin 30 May 2022 15:16 WIB

KPK Sebut Impor Pangan Rawan Korupsi Akibat Data tak Jelas

Data kebutuhan dan produksi pangan tidak transparan dan belum terintegrasi.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ilham Tirta
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron.
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut impor komoditas pangan menjadi kegiatan bisnis yang rawan potensi korupsi. Pasalnya, data kebutuhan dan produksi pangan secara nasional tidak transparan dan belum terintegrasi.

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mencatat, sudah ada kasus suap dalam impor pangan yang ditangani KPK sejak 2013. Kasus itu terkait dalam komoditas gula hingga impor daging.

Baca Juga

"Kenapa selama ini kita masih punya potensi korupsi karena gelap. Petani tidak tahu harus tanam apa dan tidak tahu Indonesia sedang butuh apa. Kita juga banyak jumpai katanya petani sudah produksi (surplus), tapi kok masih impor. Nah ini semua semrawut tidak ada kejelasan," kata Nurul dalam webinar, Senin (30/5/2022).

Impor maupun ekspor barang tentunya menimbulkan transaksi yang dikenakan pajak. Pemerintah selama ini tidak memiliki satu sistem yang mampu memandu, mengontrol, dan mengevaluasi itu. Salah satunya karena data yang tidak jelas. Alhasil, celah itu dimanfaatkan oleh banyak pelaku usaha untuk melakukan tindak korupsi.

Mulai awal tahun ini, pemerintah telah merintis Sistem Nasional Neraca Komoditas (Snank) yang memuat total kebutuhan satu tahun ke depan, kemampuan produksi, serta kebutuhan impor. Namun, baru lima komoditas yang masuk dalam sistem, di antaranya beras, garam, gula, perikanan, dan daging.

"Harapannya Neraca Komoditas memberikan kepastian sehingga tahu kebutuhan bangsa itu berapa, gap antara supply dan demand. Jadi kalau mau impor pun jelas dalam hal jumlah maupun waktu," kata dia.

Kepala Lembaga National Single Window, Mochamad Agus Rofiudin, sebelum adanya Neraca Komoditas, pengelolaan tata niaga ekspor dan impor terdapat di masing-masing kementerian lembaga. Itu berpengaruh pada ketepatan pengambilan kebijakan.

Snank, kata Agus, menjadi solusi karena data yang selama ini terpisah menjadi disatukan dan memberikan kejelasan kepada pelaku usaha. Pelaku usaha terkait juga harus mendetailkan rencana pemenuhan pasokan termasuk dalam hal distribusinya. Itu demi menghindari merembesnya barang impor ke jalur yang tidak sesuai aturan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement