Selasa 07 Jun 2022 13:09 WIB

Kasus Penabrakan dan Pembuangan Jenazah, Kolonel Priyanto Dipenjara Seumur Hidup

Perbuatan terdakwa bertentangan dengan norma hukum yang tertuang dalam Pancasila.

Rep: Flori Anastasia Sidebang/ Red: Erik Purnama Putra
Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Kolonel Inf Priyanto mengikuti sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta Timur, Jakarta, Selasa (7/6/2022). mbunuhan berencana terhadap Handi dan Salsabila di kawasan Nagreg, Jawa Barat. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Kolonel Inf Priyanto mengikuti sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta Timur, Jakarta, Selasa (7/6/2022). mbunuhan berencana terhadap Handi dan Salsabila di kawasan Nagreg, Jawa Barat. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus pembunuhan dua remaja sipil di Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kolonel Infanteri Priyanto menjalani sidang vonis di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (7/6/2022). Majelis hakim pun menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup terhadap prajurit TNI Angkatan Darat tersebut.

Hakim Ketua Brigjen TNI Faridah Faisal mengatakan, Priyanto terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Handi Saputra dan Salsabila dalam insiden kecelakaan lalu lintas di Nagreg pada Desember 2021 lalu.

"Menjatuhkan pidana pokok penjara seumur hidup. Pidana tambahan dipecat dari dinas militer," kata Faridah saat membacakan putusan dalam persidangan.

Selain itu, Faridah juga mengungkapkan, Priyanto terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana secara bersama-sama. Priyanto pun terbukti melakukan perampasan kemerdekaan orang lain dan menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian korban yang dilakukan secara bersama-sama.

Untuk diketahui, Priyanto terbukti bersalah melakukan tindak pidana Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana, juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang Penyertaan Pidana, subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP.

Subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Subsider ketiga Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud sembunyikan kematian jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Adapun Faridah menuturkan, hal-hal yang meringankan hukuman pidana terdakwa, antara lain karena Priyanto telah berdinas selama kurang lebih 28 tahun dan belum pernah dipidana maupun dijatuhkan hukuman disiplin. Kemudian, terdakwa menyesal atas perbuatannya.

Di sisi lain, lanjut Faridah, hal yang memberatkan hukuman terdakwa, yakni dalam kapasitasnya selaku prajurit berpangkat Kolonel dididik, dilantik, dan dipersiapkan oleh negara untuk berperan dalam melaksanakan tugas-tugas selain perang yang dalam hakikatnya untuk melindungi kelangsungan hidup negara dan masyarakat. Bukan untuk membunuh rakyat yang tidak berdosa.

"Bahwa perbuatan terdakwa telah merusak citra TNI Angkatan Darat ,khususnya kesatuan terdakwa di masyarakat," ujarnya.

Lalu, perbuatan Priyanto juga bertentangan dengan kepentingan militer yang senantiasa menjaga soliditas dengan rakyat dalam rangka mendukung tugas pokok TNI. Faridah menjelaskan, perbuatan terdakwa bertentangan dengan nilai kearifan lokal di masyarakat.

"Perbuatan terdakwa bertentangan dengan norma hukum yang tertuang dalam Pancasila dan tidak mencerminkan nilai perikemanusiaan yang beradab. Bahwa perbuatan terdakwa merusak ketertiban, keamanan, dan kedamaian dalam masyarakat," tutur Faridah.

Dia melanjutkan, mengingat perbuatan Priyanto yang sedemikian berat, maka kondisi psikologis masyarakat secara umum dan secara khusus terhadap kondisi psikologis para keluarga korban, sehingga dalam penjatuhan hukuman pidana terdakwa harus setimpal dengan perbuatan yang dilakukannya.

Kasus itu bermula dari Kolonel Priyanto dan dua anak buahnya, yaitu Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Ahmad Sholeh menabrak Handi dan Salsa di Nagreg, Jawa Barat pada awal Desember 2021. Setelah terlibat kecelakaan itu, mereka tidak membawa korban tersebut ke rumah sakit.

Justru, para pelaku membuang tubuh Handi dan Salsa di Sungai Serayu, Kabupaten Banyumas dan Cilacap, Jawa Tengah. Salsa dibuang ke sungai dalam kondisi sudah meninggal dunia, sedangkan Handi masih hidup.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement