REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mendorong pemerintah daerah memperbesar kontribusi dalam pelatihan untuk meningkatkan kompetensi pekerja migran Indonesia (PMI) dan upaya mencegah penempatan ilegal lewat sosialisasi yang masif. Pemerintah daerah dapat mengeluarkan aturan terkait perlindungan PMI.
"Mengalokasikan sedikit anggaran, yang penting ada goodwill yang nampak, bahwa pelatihan bagi calon PMI untuk mereka menjadi terampil, profesional, memiliki kompetensi itu juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah," kata Kepala BP2MI Benny Rhamdani usai penandatanganan nota kesepahaman dengan 16 pemerintah daerah di Kantor BP2MI, Jakarta pada Kamis (16/6/2022).
"Kemudian bagaimana sosialisasi yang masif sebagai bagian dari upaya mencegah penempatan ilegal ini juga menjadi tanggung jawab daerah," tambahnya.
Dia mengingatkan bahwa PMI yang penempatannya tidak sesuai prosedur rentan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO), karena tidak menerima pelatihan, tidak memiliki dokumen resmi dan berpotensi mengalami kekerasan dan permasalahan ketenagakerjaan akibat tidak memiliki dokumen perjanjian kerja.
Sebelumnya, BP2MI telah menandatangani dokumen kerja sama dengan 16 pemerintah daerah dan lima lembaga pendidikan pada hari ini. Kerja sama diharapkan dapat mendorong sinergi dalam hal mendorong pemberantasan sindikat penempatan ilegal tenaga kerja Indonesia (TKI), penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, fasilitasi untuk melaksanakan pelindungan, pelaksanaan pelayanan penempatan serta sosialisasi peluang kerja bagi calon pekerja.
"Ini harus dipastikan sejak awal, sejak dari hulu, sejak dari desa dan tentu terkait desa adalah tanggung jawab pemerintah setempat. Inilah kita serahkan kepada pemerintah daerah masing-masing," tuturnya.