REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ide konten promo gratis minuman keras (miras) dengan mencatut nama Muhammad dan Maria di Holywings telah memancing emosi umat beragama. Diduga pihak Holywings membuat konten promo kontroversial tersebut untuk menarik pelanggan bagi outlet mereka yang penjualannya di bawah target.
"Adapun motif para tersangka adalah mereka membuat konten tersebut untuk menarik pengunjung untuk datang ke HW khususnya yang presentase penjualanya di bawah target 60 persen,” ujar Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombespol Budhi Herdi Susianto dalam konferensi pers di Polres Jakarta Selatan, Jumat (24/6/2022).
Menurut Budhi, motif itu diketahui setelah penyidik Polres Metro Jakarta Selatan memeriksa enam pegawai Holywings. Bahkan hasil dari pemeriksaan keenam pegawai tersebut ditetapkan sebagai tersangka usai penyidik menemukan cukup alat bukti dalam perkara ini. Mereka ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan penistaan agama.
"Ada enam orang yang jadi tersangka yang kesemuanya adalah orang yang bekerja pada HW (Holywings)," kata Budhi.
Keenam tersangka tersebut adalah laki-laki berinisial EJD (27), perempuan berinisial NDP (36), laki-laki berinisial DAD (27), perempuan berinisial EA (22) dan perempuan AAB (25) dan perempuan AAM (25). Adapun peran mereka dalam perkara ini, EJD selaku direktur kreatif perannya mengawasi empat divisi, NDP selaku head tim promotion yang berperan mendesain program dan meneruskan ke tim kreatif.
Kemudian DAD sebagai desain grafis, EA sebagai admin tim promo yang mengunggah konten ke media sosial, AAB sebagai social officer yang mengunggah konten terkait Holywings. Terakhir, AAM sebagai admin tim promo yang bertugas memberikan request kepada tim kreatif dan memastikan sponsor untuk event-event di Holywings.
"Kita mengingatkan kepada masyarakat untuk berhati-hati dalam menyampaikan atau membuat ide, silahkan membuat ide tapi tentunya harus sesuai aturan atau norma hukum yang berlaku," kata Budhi mengingatkan.
Akibat perbuatannya, para tersangka yang diamankan dikenakan Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 UU RI Nomor 1 tahun 1946 dan juga Pasal 156 atau 156 A KUHP. Para tersangka terancam hukuman kurungan penjara selama maksimal 10 tahun. Pasal 156 dan Pasal 156A KUHP itu merupakan pasal penodaan agama. Adapun, pasal 28 ayat 2 UU ITE terkait larangan ujaran kebencian terkait suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).