REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pembangunan saluran air untuk mengantisipasi genangan air di jalanan Ibukota Jakarta selalu menjadi masalah bagi kebanyakan masyarakat Ibukota. Dengan adanya proyek penggalian saluran air itu, yang dikenal juga dengan istilah gorong-gorong, kemacetan lalu lintas di ruas-ruas jalan protokol semakin parah.
Seperti yang terjadi di kawasan Jalan Jendral Sudirman beberapa hari terakhir ini. Proyek yang dimulai sejak awal Oktober itu dimaksudkan untuk membuat saluran air mulai dari Bundaran Senayan hingga ke Kali Krukut, guna mengalirkan genangan air yang menjadi langganan kawasan protokol Jakarta saat hujan deras.
Namun, proses pengerjaan gorong-gorong tersebut menimbulkan keluhan dari banyak warga yang kerap melintasi jalanan protokol tersebut. Seperti dikeluhkan Daniel (30) yang mengatakan bahwa pembangunan gorong-gorong di sepanjang Jalan Sudirman hanya menambah panjang kemacetan karena badan jalan menjadi semakin sempit.
Karyawan perusahaan sekuritas tersebut mengusulkan agar pengerjaan pembangunannya jangan dilakukan pada jam sibuk, terutama saat jam pulang kantor. "Tidak ada proyek gorong-gorong saja sudah macet, apalagi ini dari yang tadinya dilewati dua mobil sekarang cuma bisa untuk satu mobil saja," kata Daniel.
Hal senada juga diungkapkan Jati (37), yang mengeluhkan proyek gorong-gorong seperti "pahlawan kesiangan" karena dikerjakan saat musim hujan tiba, sementara tujuannya adalah untuk mencegah banjir akibat hujan.
"Pembangunan gorong-gorong ini bukannya mengantisipasi banjir tapi malah memperparah kemacetan dan membahayakan pengguna jalan," kata karyawati perusahaan konsultan informasi teknologi itu.
Jati juga menambahkan bahwa galian gorong-gorong sangat berbahaya bagi pengguna jalan, terutama pejalan kaki dan pengendara motor. Hal itu, menurut Jati, karena kurangnya tanda peringatan yang jelas untuk menunjukkan bahwa di sekitar area tersebut sedang ada pekerjaan galian.
"Seperti di situ yang hanya terdapat tulisan bahwa sedang ada pekerjaan pembangunan saluran air, tanpa mengimbau pejalan kaki untuk berhati-hati ketika melintas," kata Jati sambil menunjuk kertas yang digantung pada tali pembatas area galian.
Buruk cara pengerjaan
Banyaknya keluhan yang disampaikan masyarakat Jakarta itu karena cara pengerjaan yang diterapkan oleh perusahaan pelaksana pembangunan (kontraktor) PT Idee Murni Pratama kurang baik.
Para pekerja menggali semua bagian yang akan dibangun saluran air terlebih dahulu, namun pemasangannya dilakukan secara bertahap.
Itu yang mengakibatkan lalu lintas di sepanjang Jalan Sudirman tampak seperti lahan parkir mobil. Kemacetan yang sudah menjadi hal biasa bagi warga Jakarta, semakin diperparah dengan semakin sempitnya bahu jalan protokol akibat galian.
Sementara itu, tanah galian hanya diletakkan begitu saja di pinggir jalan sehingga sangat berbahaya bagi pengendara motor saat hujan turun.
Menanggapi keluhan-keluhan itu, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo kemudian melakukan kunjungan mendadak di sejumlah titik galian di kawasan Jalan Sudirman, Jakarta Selatan, Sabtu siang (29/10).
Gubernur mengatakan bahwa pembangunan gorong-gorong tidak berjalan dengan baik. Foke juga meminta maaf kepada seluruh warga yang merasa dirugikan akibat pembangunan saluran air itu.
"Saya menganggap proses pengerjaan ini tidak sesuai dan merugikan masyarakat. Seharusnya pengerjaannya jangan membongkar semua bagian, baru membangun saluran satu per satu. Saya juga meminta maaf akibat kekurangan ini," kata Foke dalam kunjungannya di tempat galian di depan kantor Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya, Sabtu siang.
Foke juga menyarankan agar kontraktor memfokuskan pekerjaan pembangunan gorong-gorong satu per satu sehingga tidak ada galian yang terbengkalai.
Perbaikan metode pengerjaan
Terkait dengan keluhan-keluhan tersebut, Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta dan Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI Jakarta berjanji akan meminta kontraktor untuk memperbaiki metode pengerjaan pembangunan gorong-gorong itu.
Kepala Dishub DKI Jakarta Udar Pristono mengatakan bahwa pihaknya akan mengusulkan tiga metode pengerjaan agar menciptakan keamanan dan kenyamanan para pengguna jalan protokol. Ketiga metode itu, kata Udar, antara lain mempersiapkan jalur pengalihan bagi para pengguna jalan agar mengurangi kemacetan yang parah.
Berbagai kekurangan yang dialami selama pembangunan gorong-gorong tersebut menjadikan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI serba salah. Di satu sisi, Pemprov DKI ingin memberikan jalan keluar bagi masalah banjir yang kerap melanda Ibukota di musim penghujan seperti yang terjadi akhir-akhir ini.
Namun, di sisi lain upaya yang dilakukan Pemprov untuk mengatasi banjir itu malah menimbulkan sinisme di kalangan masyarakat Ibukota. Menurut Foke, pembangunan saluran air di sepanjang kawasan Bundaran Senayan hingga Kali Krukut itu perlu dilakukan untuk mengalirkan genangan air di jalan protokol ke sungai.
Namun, Pemprov DKI Jakarta kurang mempertimbangkan dampak yang akan terjadi saat proses pembangunan gorong-gorong berlangsung, yaitu kemacetan yang sudah akut menjadi semakin parah. Harapannya kemudian adalah pembangunan gorong-gorong yang segera selesai sehingga tidak ada lagi masalah genangan air saat musim hujan dan juga kemacetan parah di jalan protokol setidaknya dapat teratasi.