REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penyerangan Markas Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (14/3) malam, yang diduga dilakukan aparat Brimob, mendapat kecaman dari para alumni. Adi Prayitno misalnya. Mantan pengurus pusat ini menyayangkan sikap represif yang ditunjukkan petugas keamanan.
Pasalnya, kata dia, tindakan tersebut sangat bertentangan dengan sistem demokrasi yang dianut oleh negara. Karena itu, tindakan yang dilakukan aparat Brimob sejatinya juga telah melawan negara. Selain itu, tindakan tersebut setidaknya juga membuat kritisisme mahasiswa menjadi terbelenggu.
Hal tersebut, jelas Adi, karena upaya mahasiswa untuk menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM seharusnya diakomodir dengan melibatkan mereka dalam forum ilimah. “Bukan malah diserang,” ujarnya, Kamis (15/4).
Hal senada juga diungkapkan Ahmad Fuad Maulana. Mantan ketua komisariat ini juga mengutuk persitiwa tersebut. Menurut dia, hal tersebut tidak semestinya dilakukan. Apalagi petugas negara. Harusnya, kata dia, para petugas hukum lebih mengedepankan dialog ketimbang kekerasan. “Apalah jadinya negera kita kalau kekerasan yang selalu di depankan,” ujarnya.
Seperti diketahui, sejumlah kader organisasi kemahasiswaan yang sempat melambungkan nama Anas Urbaningrum itu mendapat perlakuan represif saat melakukan aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM, Rabu (14/3) malam sekitar pukul 22.00 WIB.
Peserta aksi sebanyak delapan orang akhirnya lari tunggang langgan ketika sebanyak 20 aparat Brimob mendatangi mereka dengan menggunakan sepeda motor. Tak hanya menghampiri, para aparat yang menurut keterangan saksi mata memakai seragam lengkap dan bersenjata, juga melakukan tindak kekerasan. Alhasil, sedikitnya tiga orang luka-luka akibat kejadian tersebut