REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Sejumlah petani di golongan air tiga di Karawang, Jawa Barat mengeluhkan harga pupuk urea yang jauh di atas harga eceren tertinggi (HET). Memasuki musim pemupukan 2012, para petani di sentra beras Jawa Barat itu harus membeli urea seharga Rp 1.700 per kilogram. Padahal, HET urea hanya Rp 1.600 per kilogram. Bahkan, tahun ini petani mendapat kabar kurang sedap, karena harga urea diisukan akan melonjak.
Damas (35), petani asal Desa Lemah Duhur, Kecamatan Tempuran, mengatakan, harga tersebut merupakan eceran. Dengan kata lain, bila petani membeli urea kurang dari 50 kg, maka harga yang berlaku Rp 1.700 per kilogram. "Tapi, kalau belinya karungan harganya sesuai HET," kata Damas kepada Republika, Senin (2/1).
Sepekan terakhir, kata Dimas, petani banyak yang membeli urea eceran. Alasannya, petani baru selesai menanam, sehingga jumlah pupuk yang dibutuhkan belum terlalu banyak. ''Karenanya, petani masih membeli pupuk dengan jumlah eceran,'' ujarnya.
Damas mengungkapkan, para pemilik kios sudah memberitahu petani bahwa pada 2012 akan ada perubahan harga pupuk, terutama urea. Akan tetapi, sampai saat ini perubahan itu masih belum jelas. Kata dia, para pemilik kios mengatakan akan ada kenaikan penembusan pupuk dari distributor. Ia khawatir harga pupuk akan semakin tak terjangkau petani.
Para petani, kata dia, akan makin terbebani. Terutama, kata dia, bagi petani yang hanya bisa membeli pupuk eceran. Apalagi, di Karawang ini ada sistem pembelian pupuk dengan harga yarnen alias dibayar panen. Tentunya, harga yang akan dibebankan ke petani bisa dua kali lipat dari HET.
Dihubungi terpisah, Ketua KTNA Kecamatan Tempuran, Ijam Sujana, mengaku, pihaknya sudah menganjurkan kepada petani untuk membeli pupuk non-eceran dan harus dibayar tunai. Dengan begitu, kata dia, biaya yang dikeluarkan untuk membeli pupuk tidak terlalu besar. Namun, kata dia, tetap saja di lapangan masih banyak petani yang beli eceran dan menggunakan sistem yarnen. "Kalau sudah begini yang rugi petani," ucap Ijam.