Ahad 22 May 2011 13:40 WIB

Amnesty Internasional Minta Hukuman Cambuk di Aceh Dicabut

Hukuman cambuk di Aceh
Foto: Antara
Hukuman cambuk di Aceh

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Organisasi Amnesty International minta Indonesia menghentikan penggunaan cambuk sebagai bentuk hukuman dan mencabut peraturan yang menerapkannya di Provinsi Aceh, menyusul setidaknya 21 orang dihukum cambuk di depan umum sejak 12 Mei.

Direktur Asia Pasifik Amnesty International, Sam Zarifi, dalam keterangannya yang diterima Antara London, Minggu menyebutkan di Kota Langsa, 14 pria dicambuk di luar Masjid Darul Falah pada 19 Mei menyusul eksekusi cambuk tujuh pria seminggu sebelumnya.

Ke- 21 orang tersebut ditemukan melanggar hukum syariah (qanun) Aceh yang melarang perjudian dan dijatuhi hukuman masing-masing enam cambukan sementara ratusan orang menontonnya.

Menurut Sam Zarifi, tampaknya pihak berwenang Aceh semakin meningkat dalam penggunaan hukum cambuk yang melanggar hukum internasional. "Korban cambuk mengalami rasa sakit, takut dan malu, dan cambukan bisa mengakibatkan cedera jangka panjang atau permanen," ujarnya.

Untuk itu, ia minta Pemerintah Indonesia harus bertindak menghentikan penghukuman ini, yang termasuk perilaku kejam, tidak manusiawi dan merendahkan serta sering termasuk dalam penyiksaan. Menurut laporan media , setidaknya 16 kasus pria dan perempuan yang mengalami hukum cambuk di Aceh pada 2010.

Sebagai tambahan hukum lokal Aceh yang memasukkan hukuman cambuk, Qanun Hukum Jinayat yang diloloskan oleh parlemen Aceh pada tahun 2009 juga memasukkan hukuman rajam batu hingga mati untuk zinah dan 100 kali cambuk bagi homoseksualitas. Kitab ini belum dilaksanakan sebagian karena derasnya kritik di tingkat lokal, nasional dan internasional.

Amnesty International menyerukan pada pemerintah pusat Indonesia untuk mengkaji semua hukum dan peraturan lokal untuk menjamin keselarasan mereka dengan hukum dan standar hak asasi manusia internasional, juga dengan ketentuan-ketentuan hak asasi manusia dalam undang-undang domestik.

Dewan perwakilan provinsi Aceh meloloskan serangkaian peraturan yang mengatur pelaksanaan hukum Sharia'a setelah pengesahan Undang-undang tentang Otonomi Khusus di tahun 2001.

Hukum cambuk diperkenalkan sebagai hukuman yang dijalankan oleh peradilan Islam untuk pelanggaran seperti zinah, konsumsi alkohol, pasangan dewasa yang berduaan tanpa kehadiran orang lain (khalwat) dan bagi banyak Muslim yang ditemukan makan, minum atau menjual makanan pada siang hari ketika saat puasa di bulan Ramadhan.

Hukuman cambuk melanggar Konvensi PBB melawan Penyiksaan, yang diratifikasi Indonesia pada tahun 1998. Komite melawan penyiksaan juga telah mengajukan kekhawatiran mereka atas orang-orang yang ditahan berdasarkan qanun Aceh tidak dijamin hak-hak dasar mereka, termasuk hak atas bantuan hukum, dan tampaknya sering mengalami praduga bersalah.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement