REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN--Ratusan kepala keluarga korban bencana Gunung Merapi yang terlanjur membangun rumah permanen di Kawasan Rawan Bencana Merapi tak terpengaruh dengan ancaman pemerintah yang tidak akan memberikan insenteif Rp30 juta.
"Mereka memilih tetap bertahan di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Merapi, meskipun tidak mendapatkan insentif Rp30 juta karena telah merasa nyaman tinggal di tanah sendiri, jika kelak Merapi dalam bahaya mereka siap mengungsi," kata Kepala Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Suroto, Senin.
Menurut dia, dari kesekian banyak warganya yang menolak direlokasi dan telah memiliki rumah permanen di KRB sebagian diantaranya tetap berkeinginan untuk tetap bertahan dan mempertahankan tanah miliknya.
"Memang harapan bantuan insentif itu tetap ada, karena sesama korban bencana Merapi mereka juga memiliki hak yang sama. Semua berpulang kepada warga karena mereka berhak untuk menyampaikan aspirasi," katanya.
Ia mengatakan, sebagian warga memang sudah ada yang menyatakan tidak mempermasalahkan soal dana bantuan dengan catatan mereka bisa kembali tinggal dan menghuni rumah di tanah pekarangan miliknya.
"Kini warga Glagaharjo yang sudah kembali dan terlanjur membangun rumah permanen di KRB III sebanyak sekitar 260 rumah yakni di Dusun Srunen 135, Kalitengah Kidul 50 dan Kalitengah Lor 75 rumah," katanya.
Tokoh Masyarakat Dusun Pangukrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkrtingan Agus Heri Suswanto mengatakan sebagian besar warga sudah merasa lebih nyaman tinggal di atas daripada dibangunakan hunian tetap (huntap) di lokasi "shelter" atau hunian sementara.
"Dari sebanyak 218 warga Pangukrejo penghuni 'shelter', sekitar 90 kepala keluarga (KK) diantaranya sudah kembali dan memiliki rumah baik dari bantuan donatur maupun dengan modal sendiri," katanya.
Menurut dia, dari jumlah tersebut sebanyak 50 KK juga sudah melakukan aktivitas budidaya sektor peternakan dan 25 KK diantaranya sudah membangun kandang sapi di sekitar pemukiman mereka.
"Sebagian besar warga lebih memilih kembali ke atas daripada dibangunakan huntap dilokasi 'shelter'. Sedangkan untuk masalah insentif harapan kami ya masih tetap dapat menerima meskipun tidak penuh Rp30 juta, sebenarnya diberikan atau tidaknya insenteif itu tidak terlalu penting, karena intinya warga tetap lebih nyaman untuk kembali ke atas," katanya.
Sementara terkait dengan wacana pemerintah untuk menjadikan kawasan pemukiman yang dikosongkan menjadi hutan lindung baik warga Glagaharjo maupun Warga Pangukrejo merasa keberatan dan memilih tetap tinggal di dusunnnya.
"Jika lahan yang digunakan sebagai hutan lindung itu merupakan tanah pemerintah atau Perhutani warga tidak masalah tetapi jika tanah itu milik warga sebaiknya dibicarakan lebih dahulu agar tidak timbul persoalan baru," kata Suroto.