REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Banyak pihak angkat bicara ihwal kehadiran Trans Studio. Pusat rekreasi dan keramaian yang dibangun pengusaha kondhang Chaerul Tanjung ini, mengundang beragam reaksi ketika hendak mengembangkan usaha hiburan di Kota Solo.
Trans Studio sepertinya membidik lahan kawasan Solo bagian utara. Disamping arealnya masih luas, tidak padat pemukiman, juga memungkinkan mendapat 'lampu hijau' dari Pemerintah Kota (Pemkot) karena desain pengembangan kota ke arah sana.
Sejak pagi, rencana pembanguna Trans Studio perlu ekstra hati-hati. Terutama bila sudah menyangkut studi lingkungan hidup. ''Pendirian Trans Studio pasti akan mengurangi RTH (Ruang Terbuka Hijau), karena memakan lahan yang cukup luas,'' kata Slamet Widodo, Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Banyuanyar, Kadipiro, Banjarsari, Solo, Kamis (20/10).
Penggunaan lahan yang cukup luas, kata Slamet Widodo, jelas akan mengurangi areal RTH. Ini jelas akan mengurangi RTH Kelurahan Banyuanyar, karena terpilih sebagai calon lokasi pendirian wahana permainan modern Trans Studio.
Ketua DPRD Kota Solo, YF Soekasno, juga mewanti-wanti dalam menerima kehadiran fasilitas hiburan modern milik Chaerul Tanjung tersebut. Bila sudah hadir di Solo dikhawatirkan menjadi ancaman besar bagi pusat hiburan dan aset wisata yang ada di sini. ''Jelas kalah bersaing dengan pemodal besar yang mampu menghadirkan pusat hiburan modern ,'' kata politikus PDI Perjuangan ini.
Kehadiran Trans Studio dipastikan mampu menyedot pengunjung. Ini dikhawatirkan obyek wisata dan taman hiburan, seperti, kebun binatang TSTJ (Taman Satwa Taru Jurug), Taman Sriwedari, Taman Balekambang, Keraton Kasunanan Surakarta, Puro Mangkunegaran, dan pusat hiburan tradisional lain, bakal mati tergilas dalam kancah persaingan.