REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi A DPRD DKI Jakarta mendesak kejelasan pemanfaatan aset yang ada di Kabupaten Kepulauan Seribu, termasuk landasan untuk helikopter atau helipad di Pulau Panjang. Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Mujiyono mengatakan, kejelasan harus tercantum dalam konteks pemanfaatan aset milik negara.
Termasuk, sambung dia, perubahan peruntukan atau perbaikan suatu aset. Hal itu mengingat di Pulau Panjang terdapat kompleks makam dengan kemungkinan fasilitas helipad diperbaiki oleh pihak swasta. "Boleh ada perubahan tapi harus jelas. Jangan sampai (mengatakan) memperbaiki ini, itu yang akhirnya mereka bilang paling berhak," ujar Mujiyono di gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Senin (11/7/2022).
Anggota Komisi A DPRD DKI Bambang Kusumanto menyayangkan, hingga saat ini belum ada regulasi yang mengatur pemanfaatan landasan pesawat dan helikopter tersebut sehingga dikhawatirkan sulit untuk dimintai pertanggungjawaban. "Itu milik pemda dan ramai, banyak yang pakai, sebaiknya dibuat suatu peraturan," ucap Bambang.
Baca: Fenomena SCBD, Anak Citayam dan Bojonggede Penuhi Taman di Jakarta Pusat
"Minimal pakai pergub ya, bahwa yang mendarat di situ ada retribusi untuk biaya perawatan dan bisa menjadi penerimaan pendapatan asli daerah," ucap Bambang melanjutkan.
Ketua Fraksi PAN DPRD DKI itu menjelaskan, apabila Pemprov DKI Jakarta berniat membuat ataupun memfungsikan landasan pesawat dan helikopter di Pulau Panjang, sebaiknya melalui kajian yang matang. Langkah itu untuk memenuhi standar teknis tempat pendaratan dan lepas landas helikopter dengan mengutamakan keselamatan dan kenyamanan.
"Saya rasa sebenarnya bagus ada fasilitas di sana, tapi harus dibuat yang memenuhi standar. Kemudian kita buat aturan dan sosialisasi agar masyarakat umum mengetahui ada fasilitas untuk mendarat," ucap Bambang.
Anggota Komisi A DPRD DKI lainnya Thopaz Nuhgraha Syamsul menyampaikan, kesepakatannya agar Pemprov DKI segera mengkaji pemanfaan landasan helikopter dan pesawat di Pulau Panjang. "Jelas menurut saya tidak tepat, karena jika ada helipad pasti ada pemanfaatannya. Mobil saja ada retribusinya. Apalagi ini helikopter yang jelas makan ruang besar," ucapnya.
Thopaz berharap landasan tersebut bisa menjadi salah satu sarana yang dapat dimanfaatkan warga, terutama warga Ibu Kota. "Jelas komisi A pasti dorong pemanfaatan dan memaksimalkan aset itu. Intinya kalau dibuat dari APBD, harus ada manfaatnya untuk warga Jakarta dan harus jelas retribusinya," ucapnya.
Bupati Kepulauan Seribu Junaedi mengaku, hingga saat ini memang belum ada peraturan untuk memungut retribusi pada pemilik helikopter yang mendarat di helipad tersebut. "Bisa kami sampaikan di sana tidak ada pungutan biaya terhadap helikopter yang mendarat," ucapnya.
Junaedi juga menjelaskan landasan helikopter tersebut menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan sektor wisata religi di Pulau Panjang. Hal itu lantaran terdapat makam Sultan Maulana Mahmud Zakaria yang telah direnovasi oleh swasta dengan dana pribadinya.
"Ini untuk wisata religi, kalau dihitung juga, sebenarnya menurut saya biaya helikopter lebih murah kalau dibanding sewa kapal (boat), kalau heli itu Rp 6 juta sampai Rp 7 juta bagi enam orang, kalau boat kan bisa lebih dari itu. Dan ketika ada cuaca yang tidak bersahabat seperti ombak, cuaca ekstrem, bisa menggunakan helikopter," tuturnya.