Ahad 17 Jul 2022 18:02 WIB

Kebinekaan Instrumen Kekuatan Nasional

Kebhinekaan melawan diskriminasi.

Red: Muhammad Hafil
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat memberi pembekalan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kebangsaan Tahun 2022 yang dipusatkan di Universitas Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Ahad (17/7/2022
Foto: Dok Republika
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat memberi pembekalan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kebangsaan Tahun 2022 yang dipusatkan di Universitas Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Ahad (17/7/2022

REPUBLIKA.CO.ID, PALANGKA RAYA - Indonesia harus membangun kepemimpinannya di dunia dengan menempatkan prinsip kebhinekaan sebagai instrumen kekuatan nasional, sesuai teori geopolitik Soekarno.

Doktor Ilmu Pertahanan Hasto Kristiyanto menjelaskan, muara teori pemikiran geopolitik Soekarno terhadap kebinekaan harus dilihat sebagai upaya membangun kepemimpinan Indonesia. 

Baca Juga

“Yakni dengan menempatkan kebhinnekaan sebagai anugrah, dan bagian dari instrument of national power, agar kekuatan demografi menjadi kunci kemajuan dengan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, riset dan inovasi atas cara pandang geopolitik,” kata Hasto.

Dia mengatakan itu saat memberi pembekalan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kebangsaan Tahun 2022 yang dipusatkan di Universitas Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Ahad (17/7/2022). Tema pembekalannya adalah “Geopolitik Bung Karno dalam Merajut Kebhinekaan”.

Hasto menjelaskan panjang lebar mengenai geopolitik Soekarno, berbasis pada hasil riset doktoralnya di Universitas Pertahanan RI. Dijelaskannya bagaimana teori geopolitik ala Barat yang berwatak penjajahan, berbeda dengan teori Soekarno yang didasarkan pada ideologi Pancasila.

Karena berbasis Pancasila, teori geopolitik Soekarno bertujuan membangun tata dunia baru dengan membangkitkan solidaritas bangsa-bangsa agar dunia terbebas dari kolonialisme dan imperialisme, serta mengedepankan koeksistensi damai. 

Dalam masa kekinian, menurut Hasto, teori itu masih relevan jika dikaitkan dengan kebhinekaan Indonesia.

“Kerangka berpikir Indonesia merdeka yang satu, untuk semua rakyat Indonesia tanpa membeda-bedakan suku, agama, status, sosial, jenis kelamin tersebut oleh Bung Karno diformulasikan ke dalam Pancasila, terutama sila ketiga, Persatuan Indonesia,” beber Hasto.

Sila Persatuan Indonesia ini, lanjutnya, falsafah dasarnya adalah kebangsaan. Yang intinya, bahwa Indonesia merdeka dibangun untuk semua, semua untuk satu, dan satu untuk semua. 

“Dengan prinsip kebangsaan ini, segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya,” kata dia.

“Kebhinnekaan menjadi landasan tidak boleh adanya politik diskriminasi,” tegas Hasto.

Para mahasiswa dan dosen pembimbing antusias mendengarkan pembekalan Hasto. Mereka juga meminta kesempatan foto bersama usai Hasto berpidato.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement