REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Di antara sumber-sumber pendapatan Nabi Muhammad yang paling melimpah adalah harta-harta rampasan perang (ghanimah). Tepatnya sejak dimulainya pembagian harta rampasan perang secara khusus setelah pedang Badar.
Abdul Fattah As-Samman dalam kitab Harta Nabi menjelaskan, ghanimah menurut istilah adalah harta yang diambil dari orang-orang kafir melalui jalan perang dan mengalahkan mereka terlebih dahulu. Dan ghanimah ini dibagi seperlima.
Ghanimah dalam Islam adalah harta yang legal, di mana Allah SWT menghalalkannya bagi umat Nabi Muhammad SAW secara khusus di antara para Nabi Sebelumnya. Adapun harta rampasan perang pada permulaan Islam diberikan kepada Rasulullah secara khusus, di mana beliau dapat mengelolanya sesuai kehendaknya berdasarkan firman Allah dalam Alquran Surah Al-Anfal ayat 1.
Kemudian ayat tersebut dinasakh atau dihapuskan hukumnya dengan firman Allah Surah Al-Anfal ayat 41. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa pembagian seperlima dari ghanimah ini diberikan kepada lima golongan. Yakni Allah dan Rasul-Nya, kerabat Rasulullah (Bani Hasyim dan Bani Muthalib), anak yatim dan orang miskin, ibnu sabil, dan kepada mereka yang ikut bertempur.
Hikmah dianjurkannya membagi harta rampasan perang adalah untuk memotivasi umat Islam untuk berperang apabila dibutuhkan (dalam jalur syariat). Mendorong umat Islam untuk berperang merupakan tugas kepala negara dan bukan tugas individual.
Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah Surah Al-Anfal ayat 65, "Wahai Nabi (Muhammad), kabarkanlah semangat para Mukmin untuk berperang,". Perintah ayat ini ditujukan kepada Rasulullah SAW (sebagai kepala negara) dan semua orang yang menjabat sebagai kepala negara.
Maka alangkah baiknya bagi kepala negara atau komandan militer untuk memberikan tambahan ghanimah kepada para prajuritnya. Jika memang dilihat ada kebaikan bagi umat Islam.