Senin 25 Jul 2022 03:55 WIB

Menteri Bahrain Dipecat karena Tolak Berjabat Tangan dengan Dubes Israel

Menteri Bahrain dipecat setelah menolak berjabat tangan dengan duta besar Israel

Rep: Alkhaledi kurnialam/ Red: Esthi Maharani
Bendera Bahrain.
Foto: arab news
Bendera Bahrain.

REPUBLIKA.CO.ID, MANAMAH – Seorang menteri Bahrain telah dipecat setelah menolak berjabat tangan dengan duta besar Israel. Namun tindakan ini justru memicu kemarahan dan solidaritas di seluruh dunia.

Dilansir dari The New Arab, Ahad (24/7/2022), Sheikha Mai binti Mohammed Al Khalifa yang sekarang merupakan mantan Presiden Otoritas Bahrain untuk Kebudayaan dan Purbakala, diberhentikan oleh Raja Hamad bin Isa Al Khalifa. Pemecatannya setelah menolak berjabat tangan dengan utusan Tel Aviv untuk Manama, Eitan Na'eh, selama  pemakaman bulan lalu, menurut laporan.

Peristiwa itu terjadi pada 16 Juni di kediaman duta besar AS untuk Bahrain, yang sedang mengadakan pemakaman ayahnya.  Ketika diperkenalkan satu sama lain, Sheikha Mai menolak untuk berjabat tangan dengan Na'eh, keluar dari tempat itu dan meminta kedutaan AS untuk tidak mempublikasikan foto kehadirannya.

Setelah berita pemecatannya muncul, beberapa pejabat dan pengguna media sosial berduyun-duyun untuk memberi selamat kepada Sheikha Mai atas tindakannya. Publik berterima kasih padanya atas prestasinya dalam pelestarian budaya Bahrain.

"Dari hati saya, terima kasih banyak untuk setiap pesan yang saya terima, hanya cinta yang melindungi dan menguatkan kami," tulis Sheikha Mai dalam pesan singkat di Twitter.

Dia dilaporkan dipecat saat berkunjung ke Balkan dan Albania dan digantikan pada 21 Juli oleh Sheikh Khalifa bin Ahmed Al Khalifa sebagai kepala otoritas. Padahal Sheikha Mai, yang juga Ketua Dewan Pusat Regional Arab untuk Warisan Dunia, telah bekerja di bidang media dan budaya selama lebih dari dua dekade.

Dijuluki Kesepakatan Abraham, Bahrain, bersama dengan Uni Emirat Arab dan Maroko menormalkan hubungan dengan Israel pada tahun 2020 dalam sebuah langkah yang sangat kontroversial.  Perjanjian tersebut dikritik secara luas oleh negara-negara Arab lainnya dan dibanting oleh warga Palestina yang mengatakan kesepakatan tersebut merugikan tujuan mereka.

Akhir bulan lalu, Bahrain menjadi tuan rumah bagi pejabat Arab, Israel dan AS untuk pembicaraan bersama, yang pertama sejak KTT Negev awal tahun ini. Negara-negara yang hadir sepakat untuk membentuk kelompok kerja dengan Israel tentang kontra-terorisme, energi, pendidikan, pariwisata, kesehatan, serta ketahanan pangan dan air.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement