REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Pejabat luar negeri Israel, termasuk duta besar dan diplomat akan diminta untuk menyatakan janji kesetiaan kepada Israel sebagai negara Yahudi dan demokratis saat ambil sumpah jabatan. Aturan baru ini tertuang dalam rancangan undang-undang (RUU) yang diusulkan oleh Menteri Luar Negeri Israel, Eli Cohen.
RUU tersebut menyatakan, duta besar, konsul atau kepala perwakilan diplomatik lainnya yang mengambil sumpah jabatan harus menyatakan janji setia kepada Israel. Cohen mengatakan, tugas utusan dan perwakilan negara adalah mewakili Israel dan nilai-nilainya.
"Tugas utusan dan perwakilan negara adalah untuk mewakili Israel dan nilai-nilainya serta bekerja untuk memajukan kepentingannya. Israel adalah negara Yahudi dan demokratis, dan siapa pun yang tidak mengakuinya tidak dapat menjadi duta besar dan mewakili Israel," kata Cohen kepada panel, dilaporkan Middle East Monitor, Senin (3/7/2023).
Menurut Times of Israel, kantor Cohen menjelaskan bahwa RUU itu merupakan tanggapan atas upaya yang gagal tahun lalu dalam menunjuk mantan anggota Knesset Israel, Ghaida Rinawie-Zoabi, sebagai konsul di Shanghai. Zoabi adalah seorang Muslim Arab. Zoabi mengatakan bahwa dia tidak terhubung dengan 'jiwa Yahudi' Israel sebelum mengundurkan diri dari pemerintahan.
"Latar belakang RUU itu adalah untuk mencegah penunjukan duta besar seperti Rinawie Zoabi, yang tidak mengakui Negara Israel sebagai Yahudi dan demokratis," ujar pernyataan dari kantor menteri luar negeri.
Zoabi menyatakan, dia mengundurkan diri dari pemerintahan sebagai protes terhadap peningkatan kekerasan di situs suci Yerusalem, serta taktik oleh polisi Israel di pemakaman seorang jurnalis Palestina. Namun, dia kembali ke politik setelah menerima tekanan dari pemimpin lokal untuk menghasilkan keuntungan dengan memenuhi kebutuhan komunitas Arab.
Warga Palestina Israel, yang sebagian besar adalah Muslim, merupakan 21 persen dari populasi Israel. Mereka sering mengeluhkan diskriminasi oleh mayoritas Yahudi.