Senin 25 Jul 2022 15:46 WIB

KPU Izinkan Kampanye di Kampus, Ini Kata Kemendikbudristek

Kemendikbudristek belum mendengar langsung penjelasan KPU soal kampanye di kampus.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Ditjen Dikti Kemendikbud) Prof Ir Nizam
Foto: Dok UBSI
Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Ditjen Dikti Kemendikbud) Prof Ir Nizam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi pada Kemendikbudristek Prof Nizam mengatakan, ia belum mendengar langsung dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait kampanye di lingkungan kampus. Berdasarkan aturan pemilu, Nizam menyampaikan, lembaga pendidikan dan tempat ibadah menjadi lokasi yang tidak boleh digunakan untuk kampanye politik. 

"Saya belum pernah dengar dari beliau (Ketua KPU)," ujar Nizam saat dihubungi lewat pesan singkat, Senin (25/7/2022).

Baca Juga

Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari menegaskan bahwa kegiatan kampanye di lingkungan kampus diperbolehkan. Hasyim menjelaskan, Pasal 280 ayat 1 huruf H Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu melarang penggunaan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. 

"Pelaksana, peserta dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas  pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan. Yang dilarang  itu apa,  menggunakan fasilitas, bukan kampanyenya. Clear, ya?" kata Hasyim di Jakarta, Sabtu, (23/7).

Hasyim menambahkan, penjelasan pasal tersebut menyebutkan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan dapat digunakan untuk kampanye politik jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu. Kampanye juga diperbolehkan atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan. 

"Jadi kampanye di kampus itu boleh, dengan catatan apa, yang mengundang misalkan rektor, pimpinan lembaga, boleh," ujarnya.  

Namun, pihak kampus yang mengundang juga harus memperlakukan hak yang sama ke seluruh peserta pemilu. Mengenai apakah peserta pemilu memenuhi undangan itu atau tidak, hal tersebut diserahkan ke masing-masing peserta pemilu itu sendiri.

"Misalkan, kampus memberikan jadwal silakan tanggal 1 sampai 16, hari pertama partai nomor 1 dan seterusnya sampai 16, mau digunakan atau tidak kan terserah partai. Tapi intinya memberikan kesempatan yang sama," jelasnya. 

Begitu juga pengaturan durasi dan frekuensi kampanye juga harus sama. Hasyim menjelaskan,  durasi kampanye di kampus dibatasi maksimal hanya dua jam. 

"Mau dikurangi satu jam boleh, tapi kalau lebih dari dua jam itu yang nggak boleh. Tapi sekali lagi inisiatifnya dari pemimpin kelembagaan atau pengelola fasilitas pemerintah tersebut," ucapnya.

Hasyim menuturkan, kampanye di lingkungan kampus penting dilakukan mengingat mahasiswa dan dosen memiliki hak suara untuk memilih. Dengan digelarnya kampanye di kampus, para akademisi bisa mengkritik janji kampanye yang dilontarkan para peserta pemilu.

"Wong mahasiswanya pemilih, dosen-dosennya juga pemilih, pengen tau dong siapa capresnya, siapa calon DPR nya, visi misinya kaya apa, apa janji-janjinya visi misinya untuk  pengembangan dunia akademik kan perlu diketahui dan perlu di-challenge, perlu dipertanyakan, realistis nggak dalam durasi waktu tertentu itu menjanjikan kampanye seperti ini dan itu. Itu penting," terangnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement