Ahad 31 Jul 2022 11:06 WIB

Gerindra-PKB Dinilai Bisa Jadi Ikon Nasionalis-Religius, Deklarasi Awal Menentukan

Wacana koalisi Gerindra-PKB disebut berpotensi membuat kejutan pada Pemilu 2024.

Red: Mas Alamil Huda
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) berjabat tangan dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (kanan) usai melakukan pertemuan di Kertanegara, Jakarta, Sabtu (18/6/2022). Dalam pertemuan tersebut, Gerindra dan PKB bersepakat bekerja sama menyiapkan Pileg, Pilpres dan Pilkada di Pemilu 2024 mendatang.
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) berjabat tangan dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (kanan) usai melakukan pertemuan di Kertanegara, Jakarta, Sabtu (18/6/2022). Dalam pertemuan tersebut, Gerindra dan PKB bersepakat bekerja sama menyiapkan Pileg, Pilpres dan Pilkada di Pemilu 2024 mendatang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana koalisi antara Gerindra dan PKB disebut berpotensi membuat kejutan pada Pemilu 2024. Sosok ketua umum kedua partai sebagai representasi militer-sipil dinilai akan membawa efek ekor jas atau coat tail effect, terlebih dengan deklrasi lebih awal yang menawarkan gagasan berdasarkan platform dan visi misi gabungan partai.

"Kombinasi Pak Prabowo dan Gus Muhaimin ini cukup lengkap. Mereka adalah kombinasi militer-sipil, tokoh senior-junior, sama-sama ketua umum partai yang mempunyai coat tail effect, dan nasionalis-santri," kata Direktur Eksekutif TRUST Indonesia Consulting, Azhari Ardinal, saat dihubungi, Ahad (31/7).

Baca Juga

Azhari mengatakan, dalam survei terakhir yang dilakukan TRUST Indonesia Consulting pada Januari 2022, masyarakat masih melihat latar belakang sosok dalam konteks pemilihan presiden. Kecenderungan untuk memilih kombinasi militer-sipil, sosok nasionalis murni dengan religius berlatar belakang santri atau tokoh keagamaan masih sangat besar.

"Gerindra adalah partai yang men-declare sebagai partai nasionalis murni, sementara PKB memposisikan diri religius tradisionalis. Positioning itu penting. Kombinasi militer-sipil, nasionalis-religius, itu juga sangat besar pengaruhnya terhadap pemilih, karena faktanya dalam survei kami memang publik sangat mempertimbangkan itu," ujar Azhari.

Dalam konteks pemenangan pilpres, lanjut Azhari, yang dilihat tidak hanya dimensi ruang saja, tetapi waktu juga sangat menentukan. Deklarasi kerja sama yang lebih awal akan menarik perhatian publik untuk melihat sejauh mana visi dan misi partai politik dalam berkoalisi.

Jika Gerindra dan PKB bisa memformalkan kerja sama politik mereka dalam waktu dekat, kata Azhari, maka mereka bisa menjadi dua kekuatan politik pertama yang menggabungkan kekuatan politik nasionalis-religius dalam satu koalisi politik secara konkret. Apalagi, platform itu disampaikan ke publik sebagai sebuah tawaran gagasan dalam membangun kerja sama.

"Saat Gerindra dan PKB lebih dulu men-declair, potensinya lebih besar mendapat atensi dari publik, apalagi ada poin-poin kerja sama yang ditawarkan ke publik dan dibisa dinilai publik. Ini langkah maju juga dalam demokrasi kita," ujar dia.

Azhari mengatakan, dalam sejarah politik Indonesia, terminologi nasionalis dan religius sering digunakan untuk menggambarkan dua identitas yang mewakili mayoritas rakyat Indonesia. Di masa lalu, nasionalis sering digunakan untuk menggambarkan kaum abangan, sementara religius untuk mengambarkan kaum santri. Menurutnya, pada dasarnya akar identitas politik rakyat Indonesia tidak bisa dilepaskan dari dua kekuatan besar tersebut.

“Bersatunya Gerindra-PKB bisa menjadi ikon baru setelah selama ini banyak partai yang mengaku nasionalis-religius tapi sekadar klaim tanpa didukung dengan fakta sosiologis di lapangan,” katanya.

Menurut Azhari, koalisi Gerindra dan PKB bisa menjadi warna baru dalam konstelasi politik nasional. Bahkan, kerja sama dua partai tersebut bisa menjadi ikon baru kekuat nasionalis-religius dalam Pemilu Serentak 2024. 

“Jika koalisi Gerindra dan PKB benar-benar terealisasi secara formal maka akan membuat warna baru dalam peta kontestasi menjelang Pemilu 2024. Ini langkah cerdik dari Ketua Umum DPP Gerindra Prabowo Subianto maupun Ketua Umum DPP PKB Abdul Muhaimin Iskandar untuk menyatukan kekuatan nasionalis-religius dalam satu poros kerja sama politik,” ujar Azhari. 

Terkait dengan Piagam Deklarasi Koalisi yang digagas oleh Gerindra dan PKB, kata Azhari, juga merupakan suatu terobosan menarik. Menurutnya, piagam deklarasi koalisi yang memuat butir-butir dasar kesepakatan kerja sama merupakan upaya Gerindra dan PKB untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada partai politik sebagai jembatan aspirasi rakyat dalam mempengaruhi arah kebijakan nasional.

“Harus diakui kian lama demokrasi kita semakin pragmatis sehingga rakyat tidak peduli dengan tawaran gagasan dan program dari partai politik, padahal hanya melalui gagasan dan program inilah ide tentang kesejahteraan rakyat bisa diwujudkan,” katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement