Senin 01 Aug 2022 11:36 WIB

Jepang Konfirmasi Myanmar Menahan Warga Negaranya

Jepang telah meminta Myanmar untuk segera membebaskan pria yang ditangkap.

Rep: Lintar Satria / Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Suasana demonstrasi antijunta militer di Myanmar.
Foto: Anadolu Agency
Suasana demonstrasi antijunta militer di Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Juru bicara pemerintah Jepang Deputi Kepala Sekretaris Kabinet Seiji Kihara mengkonfirmasi Myanmar menahan seorang warganya. Ia mengatakan Jepang telah meminta Myanmar untuk segera membebaskan pria itu.

Dalam konferensi pers, Senin (1/8/2022) Kihara mengatakan seorang pria Jepang berusia 20 tahun-an merekam unjuk rasa pada 30 Juli lalu dan ditahan pihak berwenang Myanmar. Kedutaan Besar Jepang di Myanmar, kata Kihara, sudah menekan pemerintah Myanmar segera membebaskannya.

Kihara tidak menyebutkan nama pria tersebut. Tapi media setempat melaporkan pria itu merupakan sutradara film dokumenter Toru Kubota.

Sebelumnya, dikabarkan seorang pembuat film dokumenter yang berbasis di Tokyo, Toru Kubota,  ditangkap pada Sabtu (30/7) oleh polisi berpakaian preman setelah meliput protes di Yangon.

Pemimpin kelompok Yangon Democratic Youth Strike yang mengorganisir aksi protes, Typ Fone, mengatakan kepada The Associated Press bahwa, dua pengunjuk rasa juga ditangkap dan ditahan di kantor polisi. Penangkapan juga dilaporkan oleh beberapa kelompok anti-pemerintah lainnya.

Seorang pejabat dari Kedutaan Besar Jepang mengatakan kepada The Associated Press, seorang warga negara Jepang dilaporkan ditahan, tetapi dia menolak untuk mengungkapkan rinciannya. Pejabat yang berbicara dengan syarat anonim itu mengatakan, pria itu ditahan untuk diinterogasi di kantor polisi di Yangon dan kedutaan mengambil tindakan untuk membebaskannya.

Pemerintah belum mengumumkan penangkapan Kubota. Selain itu, surat kabar harian milik pemerintah, yang biasanya melaporkan penangkapan pengunjuk rasa pro-demokrasi, juga tidak menyebutkannya.

Namun, akun pro-militer di aplikasi perpesanan Telegram mengatakan, orang Jepang ditangkap bukan karena mengambil gambar tetapi karena berpartisipasi dalam protes dengan memegang spanduk.  

Typ Fone mengatakan, foto Kubota yang memegang spanduk diunggah ke Telegram diambil setelah dia ditangkap. Menurut Typ Fone, foto itu menunjukkan bahwa Kubota melakukannya di bawah tekanan.

Selama aksi protes, para pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan menentang pengambilalihan militer. Tak lama setelah itu, aksi tersebut mulai menyebar ke kerumunan di jalan-jalan sekitarnya.

“Dia mengambil gambar dengan kameranya dari jarak dekat dari serangan kami kemarin. Ketika kami menyelesaikan pemogokan dan bubar, dia ditangkap oleh aparat keamanan berpakaian preman dan dimasukkan ke dalam mobil Probox," kata Typ Fone tentang Kubota.

Kendaraan Probox biasanya digunakan oleh taksi di Yangon. Typ Fone mengatakan, mobil tersebut juga memiliki tanda dengan tulisan taksi.

Menurut portofolio, fokus utama peliputan Kubota adalah konflik etnis, imigran, dan masalah pengungsi. Dia juga menyoroti kondisi komunitas yang terpinggirkan. Kubota bekerja dengan beberapa perusahaan media seperti Yahoo! News Japan, VICE JAPAN dan Al Jazeera English. Hampir semua jurnalisme independen di Myanmar dilakukan di bawah tanah atau dari pengasingan.

Pemerintah militer telah menangkap sekitar 140 wartawan, sekitar 55 di antaranya masih ditahan sambil menunggu dakwaan atau persidangan.  Kubota adalah jurnalis asing kelima yang ditahan. Sebelumnya militer Myanmar menahan jurnalis warga negara Amerika Serikat, Nathan Maung dan Danny Fenster, yang bekerja untuk publikasi lokal. Termasuk pekerja lepas Robert Bociaga dari Polandia dan Yuki Kitazumi dari Jepang.

Sebagian besar dari mereka masih ditahan ditahan dengan tuduhan menyebabkan ketakutan, menyebarkan berita palsu, atau melakukan agitasi terhadap pegawai pemerintah. Tuduhan itu dapat menghadapi hukuman hingga tiga tahun penjara.

sumber : Reuters / AP
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement