REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Ahli Menteri Keuangan (Menkeu) Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi mengatakan akan melanjutkan integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Saat ini setidaknya 19 juta NIK sudah diintegrasikan dengan NPWP.
"Pada saat kita menyandingkan ada NPWP yang NIK-nya tidak update. Kemudian kita cek namanya berbeda, jadi ini yang pertama kita sandingkan dulu," katanya dalam podcast Cermati yang dipantau di Jakarta, Rabu (10/8/2022).
Menurutnya, integrasi data NIK dan NPWP menghadapi kesulitan karena Indonesia belum memiliki standar dalam pencatatan data penduduk sehingga perlu penyesuaian. "Misalnya data alamat, ada yang menulis jalan ada pula yang jl. Begitu pula nama penduduk, Indonesia tidak mengenal nama depan atau belakang," katanya.
Ke depannya ia berharap penggunaan NIK sebagai NPWP dapat memudahkan penduduk dalam membayar pajak. DJP juga sedang membangun sistem agar pembayaran pajak dapat dilakukan melalui situs web pihak ketiga, seperti perbankan, dan akan dibangun aplikasi yang menyesuaikan dengan kebiasaan Wajib Pajak (WP).
"Jadi misalnya saat ada tunggakan pajak, pegawai pajak bisa mengetahui apa yang harus dilakukan berdasarkan kebiasaan wajib pajak, apakah cukup dengan notifikasi, penyuratan, atau dipanggil," katanya.
Diharapkan digitalisasi pembayaran pajak dapat membuat pelayanan pajak lebih efisien dan ramah lingkungan, sehingga DJP sekaligus mendukung penghijauan sistem pajak. "Kita turut menghijaukan sistem pajak dengan tidak menggunakan banyak kertas. Jadi kita turut mendukung gerakan greening the tax system (menghijaukan sistem pajak)," ucapnya.