REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana kenaikan harga mi instan hingga tiga kali lipat menimbulkan banyak penolakan di masyarakat, khususnya di kalangan anak-anak kos dan para pedagang warung mi instan. Selama ini, mi instan memang lekat menjadi makanan andalan anak kos di Negeri ini, apalagi di akhir bulan.
Penyajiannya yang praktis dan harga yang sangat terjangkau, membuat mi instan banyak peminat. Namun, baru-baru ini Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menjelaskan bahwa harga mie instan akan naik hingga 3 kali lipat. Hal tersebut dikarenakan dampak dari perang antara Rusia-Ukraina. Ketergantungan impor barang baku dari kedua negara yang sedang memiliki konflik, mengakibatkan kenaikan harga produk di dalam negeri yang tidak bisa dihindari.
Peristiwa ini tentunya membuat banyak masyarakat yang kecewa, khususnya bagi para anak kos. Mi instan memang sangat akrab dengan anak kost, karena kebanyakan dari mereka menjadikan mi instan sebagai makanan alternatif ketika tanggal tua.
“Menurut aku sih yah disayangkan sih karena mi instan salah satu makanan instan yang paling mudah untuk dijangkau karena harganya yang murah, tapi melihat keadaan ekonomi juga yang dipengaruhi oleh perang Rusia-Ukraina di mana Ukraina salah satu pengekspor utama gandum ke Indonesia, dan gandum salah satu bahan untuk membuat mi instan, kita sebagai masyarakat Indonesia mau tidak mau harus menerima keadaan ini,” kata Febiola Gabriela Rondonuwu (20 tahun), salah satu anak kos di daerah Jakarta Barat, saat ditemui Republika, Kamis (11/8/2022).
Walaupun bukan makanan pokok, namun mi instan menjadi makanan favorit bagi banyak orang. Rencana kenaikan harga mi pun membuat para anak kos ini harus memutar otak jika ingin mengkonsumsi makanan instan yang lebih murah.
“Gue sebagai anak anak kos harus puter otak lagi, secara mi instan ini udah jadi 'makan pokok' lah bisa di bilang. Untuk gantinya mungkin gue bakal masak sendiri dulu kedepannya sampe harganya normal lagi,” kata Muhammad Rafky Pratama (23 tahun), anak kos yang juga mahasiswa di Universitas Bina Nusantara.
Banyak dari mereka yang berharap agar peristiwa ini dapat diatasi dengan baik dan harga dari mi instan normal kembali. “Ya, semoga yang punya peran terhadap naiknya harga mi instan ini bisa ngasih kabar baik ke masyarakat, sudah terlalu banyak beban jangan sampai hal kecil kaya mi instan saja ikut ngebebanin orang banyak,” kata Edo pratama (22 tahun), mahasiswa Universitas Pamulang.
Selain anak kos, yang sangat dirugikan dari peristiwa melonjaknya harga mi instan adalah para pedagang Warung Makan Indomie (Warmindo). Dimana mereka terpaksa harus ikut menaikan harga jual yang berpotensi terhadap penurunan penjualan.
“Lumayan keberatan ya sama naiknya harga mi instan, mau nggak mau harus dinaikin juga harganya biar ada untung,” kata Bang Reza, pemilik Warmindo di Jalan U Raya, Jakarta Barat.
Pedagang lainnya, Kasih, memiliki cara lain untuk menyiasati peristiwa naiknya harga mi instan dengan tidak lagi membeli mi secara kardus-an. “Kalo kardus-an terlalu mahal untuk saat ini, jadi saya beli seperlunya aja untuk ngurangin biaya belanja,” kata pemilik warung di Jalan Taman Kota Jayakarta itu.