REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengingatkan Bharada Richard Eliezer atau Bharada E agar jujur dalam memberikan keterangan terkait kematian Brigadir J. Sebab, status Justice Collaborator (JC) yang kini diemban Bharada E bisa saja dicabut oleh LPSK.
LPSK baru saja secara resmi mengumumkan status Bharada E sebagai justice collaborator (JC) dalam kasus meninggalnya Brigadir J. Dengan demikian, Bharada E masuk dalam kategori terlindung LPSK. Selama ini, LPSK terus menjalin komunikasi dengan Bharada E guna membangun kepercayaan.
"Dalam perlindungan LPSK ada komunikasi intens antara LPSK dengan terlindung dalam rangka bangun kepercayaan," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu kepada wartawan, Senin (15/8/2022).
Walau demikian, Edwin menegaskan, dampak bila Bharada E menunjukkan keragu-raguan dalam memberikan kesaksian. Hal ini dapat terlihat dengan indikasi kesaksian yang berubah-ubah.
"Kalau kemudian soal ketidakyakinan keterangan maka ada konsekuensinya status JC-nya itu bukan permanen jadi bisa dicabut, tidak berlaku apabila saksi pelaku ini kemudian tidak konsisten dalam memberikan keterangan," ujar Edwin.
Oleh karena itu, Edwin menyarankan, Bharada E agar konsisten dengan kesaksiannya agar status JC tetap bisa dipertahankan. Apalagi status JC berpeluang menjadi faktor yang dapat meringankan hukuman Bharada E di pengadilan nantinya.
"Kalau keterangan berubah-ubah tidak dukung pengungkapan perkara tentu status (JC) bisa dicabut. Termasuk, di bagian akhir adalah putusan hakim. Nanti hakim akan memutuskan apakah terdakwa misalnya Bharada E diputuskan atau tidak sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau JC," ucap Edwin.
Diketahui, Irjen Pol Ferdy Sambo sudah ditetapkan sebagai tersangka bersama dua ajudan dan satu asisten rumah tangga merangkap sopir dalam kasus Brigadir J. Ketiganya adalah Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Brigadir Kepala Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Maaruf atau KM.
Keempat tersangka dijerat Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana subsider Pasal 338 KUHP junto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Mereka menghadapi ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.