Jumat 19 Aug 2022 03:25 WIB

Menanti Jejak Viral Kapolri Tuntaskan Kasus Pembunuhan Brigadir J

Selain tragisnya, kematian Brigadir J karena adanya skenario jahat tersangka FS.

Red: Agus Yulianto
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo memberikan keterangan pers terkait tersangka baru kasus dugaan penembakan Brigadir J di Mabes Polri, Jakarta. Timsus Polri secara resmi menetapkan mantan Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo sebagai tersangka. Republika/Putra M. Akbar
Foto:

Problem dan solusi

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto ketika dihubungi di Jakarta, Selasa (16/8), menyebutkan bahwa skandal kasus Duren Tiga memperlihatkan adanya masalah besar di tubuh Polri.

Diibaratkan pula bahwa Polri sedang dilanda gempa bermagnitudo 8 skala Richter, saking besarnya dampak yang terjadi. Masalah ini karena ada aturan yang tidak dijalankan dengan benar, seperti Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat di Lingkungan Polri yang baru ditandatangani Kapolri pada tanggal 16 Maret lalu. Tertuang pada Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 9.

Selain menunjukkan pengawasan internal, menurut dia, juga tidak akan pernah bisa maksimal. Apalagi, yang terlibat dalam kasus ini adalah pengawas internal Polri sendiri, yakni Kadiv Propam beserta jajarannya.

Kasus ini juga menjadi bukti bahwa pelanggaran di internal Polri tidak bisa lagi dengan dalih perilaku oknum, tetapi kelompok yang terstruktur, sistematis dan masif di internal Polri. Masif mengingat sampai saat ini ada 63 personel yang diperiksa dan 35 di antaranya sudah ditemukan bukti pelanggaran etik yang bisa mengarah pada pelanggaran pidana.

Terstruktur karena para personel yang melanggar terdiri lintas satuan dari berbagai struktur di Polri. Sistematis karena ada upaya melakukan rekayasa menutupi kasus pembunuhan ini tentu tidak tiba-tiba dan dalih sudah melaksanakan SOP sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Catatan Bambang, sedikitnya ada empat aturan yang dilanggar dari kejadian ini, yakni Perkap Nomor 1 Tahun 2022 tentang Penggunaan Senjata Api bagi Personel.Belum ada atasan langsung pemberi rekomendasi terkait dengansenpi untuk menembak Brigadir J yang diperiksa.

Pelanggaran terkait denganPerkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip-Prinsip HAM dalam Pelaksanaan Tugas Kepolisian menyangkutpenggunaan senjata api, olah TKP dsb.

Berikutnya, Peraturan Polri (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Etik Polri yang telah ditetapkan pada tanggal 14 Juni 2022 dan diundangkan pada tanggal 15 Juni 2022 yang dilanggar penegak aturan internal, yakni Kadiv Propam Polri sendiri.

Bambang pun melihat keterhubungan antara peraturan dan implementasi di lapanganmenunjukkan ada indikasi Kapolri tidak mampu melaksanakan peraturannya sendiri.

Tidak bisa melakukan pengawasan melekat (waskat) secara maksimal dengan memberi arahan, inspeksi, asistensi, supervisi, danmonev (monitoring evaluasi) kepada jajarannya sehingga terjadi pelanggaran pidana berat yang melibatkan bukan orang per orang tetapi banyak orang.

Problem untuk kembalikan kepercayaan publik ini tentunya sangat berat bila dibebankan pada internal Polri saja. Ini membutuhkan dukungan kekuatan eksternal untuk memulihkannya. Dukungan eksternal saat ini adalah langkah-langkah politis Presiden untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat pada Polri.

 

Kapolri saat ini, kata Bambang, memang harus menuntaskan kasus ini seperti arahan Presiden tanpa mengurangi prinsip kehati-hatian. Selain itu, juga harus cepat karena berkejaran dengan menurunnya kepercayaan masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement