Senin 22 Aug 2022 02:05 WIB

Lima Orang di Hong Kong Ditangkap Atas Penipuan Lowongan Kerja

Korban dijanjikan pekerjaan bergaji tinggi dan kemudian ditahan dan dipaksa bekerja

Rep: Mabruroh/ Red: Esthi Maharani
Lima warga Hong Kong diamankan kepolisian pada Ahad (21/8/2022) karena diduga telah melakukan penipuan berkedok lowongan kerja dengan gaji tinggi di Asia Tenggara.
Foto: AP/Vincent Yu
Lima warga Hong Kong diamankan kepolisian pada Ahad (21/8/2022) karena diduga telah melakukan penipuan berkedok lowongan kerja dengan gaji tinggi di Asia Tenggara.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG — Lima warga Hong Kong diamankan kepolisian pada Ahad (21/8/2022) karena diduga telah melakukan penipuan berkedok lowongan kerja. Mereka membujuk dan menipu para korbannya dengan iming-iming lowongan kerja dengan gaji tinggi di Asia Tenggara.

Dalam beberapa bulan terakhir, para korban telah melaporkan bepergian ke negara-negara seperti Myanmar, Kamboja, Thailand dan Laos atas janji palsu tentang asmara atau pekerjaan bergaji tinggi, dan kemudian ditahan dan dipaksa bekerja.

Pada Kamis (18/8/2022), pihak berwenang membentuk satuan tugas (Satgas) untuk membantu para korban penipuan yang yang diperdagangkan. “Ada 36 permintaan bantuan polisi terkait dengan penipuan pekerjaan,” kata pengawas senior biro kejahatan terorganisir dan triad, Tony Ho dilansir dari Channel News Asia, Ahad (21/8/2022).

Polisi telah menangkap tiga pria dan dua wanita yang dicurigai melakukan penipuan tersebut, agar para korban menerima tawaran pekerjaan yang mereka janjikan.

“22 korban masih diyakini terjerat di Kamboja dan Myanmar, dan sembilan di antaranya belum menghubungi keluarga mereka atau polisi Hong Kong,” kata Ho.

Ho mengatakan para korban diberi tiket penerbangan dan sebagian besar paspor mereka diambil ketika mereka mendarat, sebelum dikirim ke pusat penipuan dan dipaksa untuk menipu orang lain.

Politisi dari partai DAB Hong Kong mengatakan, bahwa keluarga korban mencari bantuan dari mereka karena warga Hong Kong itu telah terjebak selama sekitar satu bulan di hotspot perdagangan manusia di Negara Bagian Kayin Myanmar.

"Keluarganya menduga dia dilecehkan secara fisik," kata seorang politisi yang menerima permintaan bantuan, Woo Cheuk-him.

"Dia mengatakan dia telah dipaksa untuk bekerja lebih dari 10 jam sehari jika dia tidak tampil baik, dia tidak akan diberi cukup makanan,” tambahnya

Pengacara hak asasi manusia, Patricia Ho mengatakan pada Kamis bahwa undang-undang Hong Kong yang ada tidak cukup untuk mengatasi penipuan semacam itu, karena kota itu tidak memiliki undang-undang yang secara khusus melarang perdagangan manusia dan kerja paksa.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement