Senin 22 Aug 2022 21:15 WIB

Hubungan Israel dan Mesir Alami Ketegangan

Hubungan Israel dan Mesir mengalami krisis, setelah serangan di Jalur Gaza

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Bendera Israel dan Mesir
Foto: travellerwithin.blogspot.com
Bendera Israel dan Mesir

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Menteri Pertahanan  Benny Gantz mengakui hubungan Israel dan Mesir mengalami krisis, setelah serangan militer Israel belum lama ini di Jalur Gaza. Gantz mengatakan, Israel sedang berupaya untuk memperbaiki krisis tersebut.

"Kami memiliki kontak konstan dengan Mesir, dan dalam dua tahun terakhir ada pasang surut. Dalam beberapa hari terakhir, ada sedikit penurunan (hubungan dengan Mesir), tetapi kami sedang menyelesaikannya," ujar Gantz, dilansir Anadolu Agency, Senin (22/8/2022).

Menurut laporan televisi Israel, KAN, Kepala Dinas Keamanan Umum Israel,  Ronen Bar, terbang ke Mesir untuk membahas krisis dengan kepala intelijen Mesir, Abbas Kamel. Sejauh ini pihak berwenang Mesir tidak berkomentar atas ketegangan dengan Israel.

Ketegangan muncul antara kedua belah pihak setelah Israel menolak untuk mengendalikan serangannya di wilayah pendudukan Tepi Barat. Menurut media Israel, Kairo marah pada penanganan Israel atas serangan Gaza dan pembunuhan aktivis Palestina Ibrahim al-Nabulsi satu hari setelah gencatan senjata Gaza.

Al-Nabulsi tewas bersama dua warga Palestina lainnya dalam serangan Israel di kota Nablus, satu hari setelah Mesir berhasil menengahi gencatan senjata untuk mengakhiri serangan Israel yang berlangsung selama tiga hari di Gaza.

Pada Jumat (5/8/2022) lalu, Israel melancarkan serangan udara ke Gaza. Mereka membidik markas atau situs kelompok Jihad Islam. Serangan ini menewaskan dua komandan senior Jihad Islam.

Pertempuran kemudian berlanjut hingga Sabtu (6/8) dan Ahad (7/8). Militer Israel mengatakan, sebuah roket yang ditembakkan oleh gerilyawan Palestina menewaskan warga sipil, termasuk anak-anak, pada Sabtu malam di Kota Jabaliya, Gaza utara. Militer Israel telah menyelidiki insiden itu dan menyimpulkan bahwa, serangan itu disebabkan oleh salah tembak dari kubu Jihad Islam.

Surat kabar Haaretz melaporkan, penyelidikan militer terkait insiden lain yang menewaskan delapan warga sipil Palestina, termasuk anak-anak di Gaza adalah akibat dari roket Jihad Islam yang gagal ditembakkan. Surat kabar itu menyatakan, orang-orang Palestina telah mengklaim delapan orang tewas akibat serangan Israel. Tetapi militer Israel merilis bukti yang menunjukkan bahwa mereka tewas akibat serangan kelompok Jihad Islam.

"Kami tidak melakukan serangan di daerah itu, tidak di daerah perkotaan dan tidak pada waktu itu," ujar juru bicara militer Israel, Ran Kochav, dilansir Middle East Monitor.

Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan, serangan Israel di Gaza telah menewaskan 49 orang, termasuk 17 anak-anak dan empat wanita. Sementara 360 lainnya luka-luka. Beberapa rumah hancur akibat serangan tersebut. Kelompok Jihad Islam menembakkan lebih dari 1.000 roket ke Israel, sehingga membuat penduduk daerah selatan dan kota-kota besar termasuk Tel Aviv melarikan diri ke tempat penampungan.

Israel dan kelompok bersenjata Palestina, Jihad Islam kemudian mengumumkan gencatan senjata, yang dimulai pada 7 Agustus pukul 23:30 waktu setempat.  Gencatan senjata itu dimediasi oleh Mesir dengan bantuan dari PBB dan Qatar.

Sekretaris Jenderal Jihad Islam, Ziad al-Nakhala, mengatakan salah satu perjanjian kunci dalam gencatan senjata itu adalah Mesir memberikan jaminan akan membebaskan dua pemimpin Jihad Islam yang ditahan oleh Israel. Sebelumnya Mesir juga menjadi mediator untuk gencatan senjata antara Israel dengan Hamas dalam pertempuran selama sebelas hari di Gaza.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement