Ahad 28 Aug 2022 19:15 WIB

Konferensi Non-Proliferasi Nuklir Berakhir Tanpa Konsensus, Jepang Salahkan Rusia

Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir, berakhir tanpa kesepakatan bersama karena Rusia

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengutarakan kekecewaannya dan kegusarannya kepada Rusia. Hal itu karena penentangan Moskow menyebabkan konferensi Non-Proliferation Treaty (NPT) atau Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir, berakhir tanpa kesepakatan bersama.
Foto: Rodrigo Reyes Marin/Pool Photo via AP
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengutarakan kekecewaannya dan kegusarannya kepada Rusia. Hal itu karena penentangan Moskow menyebabkan konferensi Non-Proliferation Treaty (NPT) atau Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir, berakhir tanpa kesepakatan bersama.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO – Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengutarakan kekecewaannya dan kegusarannya kepada Rusia. Hal itu karena penentangan Moskow menyebabkan konferensi Non-Proliferation Treaty (NPT) atau Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir, berakhir tanpa kesepakatan bersama.

“Sangat disesalkan bahwa tidak ada konsensus yang dicapai (dalam konferensi NPT) karena ditentang oleh satu negara, Rusia,” ujar Kishida kepada awak media pada Sabtu (27/8/2022), dilaporkan laman Anadolu Agency.

Kishida mengatakan mempertahankan dan memperkuat NPT adalah satu-satunya pendekatan realistis untuk perlucutan senjata nuklir. Kishida adalah pemimpin Jepang pertama yang menghadiri konferensi peninjauan NPT awal bulan ini. Dia pun sempat memberikan pidato dalam acara tersebut.

Konferensi peninjauan NPT berlangsung selama hampir sebulan di New York, Amerika Serikat (AS). Pada akhir konferensi, Rusia menentang rancangan final dokumen consensus. Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Zaporizhzhia yang direbut Rusia di Ukraina menjadi titik pertentangan.

Saat konferensi peninjauan NPT digelar, Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan komunitas global untuk mencegah pecahnya perang nuklir. Dia menyebut, tak akan ada pemenang dalam perang tersebut. “Kami melanjutkan dari fakta bahwa tidak ada pemenang dalam perang nuklir dan perang ini tidak boleh dilancarkan. Kami berdiri untuk keamanan yang sama dan tak terpisahkan untuk semua anggota komunitas dunia,” kata Putin dalam sebuah surat yang dikirimnya kepada para peserta konferensi NPT, 1 Agustus lalu.

NPT ditandatangani 191 negara PBB, termasuk lima negara anggota tetap Dewan Keamanan yang juga kekuatan nuklir dunia, yakni Rusia, AS, Prancis, Inggris, dan Cina. Sementara India, Pakistan, dan Korea Utara (Korut) yang turut mengembangkan senjata nuklir tak menjadi pihak dalam traktat tersebut.

Israel pun tak menandatangani NPT. Sudah lama Tel Aviv diyakini memiliki senjata nuklir. Namun mereka tak pernah mengonfirmasi atau membantah kabar tersebut. NPT memiliki tiga tujuan, yakni perlucutan senjata nuklir, non-proliferasi senjata nuklir, dan penggunaan energi nuklir untuk kepentingan damai.

Kekhawatiran pecahnya perang nuklir telah berkembang sejak Rusia menyerang Ukraina pada Februari lalu. Kiev diketahui memperoleh dukungan dan sokongan dari Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Vladimir Putin sempat mengakui bahwa secara postur militer, Rusia kalah dibandingkan NATO.

Namun dia mengingatkan bahwa Rusia adalah salah satu negara kekuatan nuklir dunia. Oleh sebab itu, Putin menilai, tak akan ada pemenang jika NATO berperang dengan Rusia. Pada Maret lalu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyampaikan tentang terbukanya kembali potensi perang nuklir. “Prospek konflik nuklir, yang dulu tidak terpikirkan, sekarang kembali ke arah yang memungkinkan,” ucapnya.

Hingga saat ini konflik antara Rusia dan Ukraina masih berlangsung. Belum ada tanda-tanda bahwa kedua negara akan melakukan perundingan gencatan senjata atau perdamaian.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement