Senin 29 Aug 2022 08:48 WIB

Kejar Kerugian Negara Rp 78 Triliun, Kejakgung Diminta Gugat Perdata Surya Darmadi

Gugat perdata juga banyak dilakukan kepolisian di berbagai negara di dunia.

Kejaksaan Agung disarankan melakukan gugatan perdata untuk mengejar kerugian negara akibat dugaan korupsi Surya Darmadi. Foto ilustrasi tersangka kasus dugaan korupsi pemilik PT Duta Palma Group, Surya Darmadi mengenakan rompi tahanan saat tiba di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (18/8/2022). Surya Darmadi kembali diperiksa oleh penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi penguasaan lahan sawit seluas 37.095 hektar di wilayah Indragiri Hulu, Riau dengan nilai kerugian negara diperkirakan mencapai Rp78 triliun. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Kejaksaan Agung disarankan melakukan gugatan perdata untuk mengejar kerugian negara akibat dugaan korupsi Surya Darmadi. Foto ilustrasi tersangka kasus dugaan korupsi pemilik PT Duta Palma Group, Surya Darmadi mengenakan rompi tahanan saat tiba di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (18/8/2022). Surya Darmadi kembali diperiksa oleh penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi penguasaan lahan sawit seluas 37.095 hektar di wilayah Indragiri Hulu, Riau dengan nilai kerugian negara diperkirakan mencapai Rp78 triliun. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pakar hukum pidana Universitas Indonesia (UI) Eva Achjani Zulfa, menyarankan Kejaksaan Agung (Kejakgung) untuk mengajukan gugatan perdata untuk menyita kekayaan tersangka kasus korupsi lahan sawit Surya Darmadi. Kerugian negara yang mencapai Rp 78 triliun harus bisa dikembalikan.

Dalam mengejar kerugian negara akibat korupsi, menurut Eva, ada kendala dengan belum selesainya undang-undang tentang aset recovery. Dalam posisi seperti itu, Kejakgung bisa melakukan gugatan perdata. “Jadi bisa melakukan gugatan perdata atau gugatan in rem,” kata Eva, Senin (29/8/2022).

Dijelaskannya, upaya yang sering dilakukan kepolisian di berbagai negara di  dunia, termasuk Amerika Serikat, kata Eva, untuk mengembalikan kerugian negara akibat korupsi adalah dengan melakukan gugatan perdata.

Ketika ada aset yang diduga berasal dari sumber tidak jelas yang akan disita penegak hukum, tapi penegak hukum juga belum memiliki cukup bukti, maka bisa dilakukan upaya gugatan perdata in rem. “Ini upaya negara dalam menyita aset-aset yang tidak jelas,” papar Eva.

Kasus aset semacam ini, menurut Eva, bukan hanya dalam kasus Suryadi, tapi terjadi di banyak kasus. Menurutnya, banyak aset-aset yang sudah dibekukan oleh penegak hukum, tapi pelakunya masuk DPO.

“Jadi rekening-rekening ini tidak jelas bagaimana nasibnya. Pemilik rekening tidak bisa ngapa-ngapain karena sudah dibekukan. Kalau negara mau mengambil ini,  gugat perdata saja,” jelas pakar pidana ini. Hakim perdata, lanjut Eva, nantinya yang akan memutuskan sita perdata, supaya bisa ditarik menjadi aset negara.

Gugatan ini bisa dilakukan jaksa sebagai pengacara negara. “Ini sebenarnya sudah ada di UU Tipikor pasal 32,” terang Eva.

Dalam kasus Suryadi, menurut Eva, aset yang bisa dikejar adalah aset-aset yang setelah ditelusuri berasal dari tindak pidana.  “Jadi ini nanti bisa dikejar TPPU-nya (Tindak Pidana Pencucian Uang),” kata Eva.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement