REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pakar hukum pidana Universitas Indonesia (UI) Eva Achjani Zulfa, menyarankan Kejaksaan Agung (Kejakgung) untuk mengajukan gugatan perdata untuk menyita kekayaan tersangka kasus korupsi lahan sawit Surya Darmadi. Kerugian negara yang mencapai Rp 78 triliun harus bisa dikembalikan.
Dalam mengejar kerugian negara akibat korupsi, menurut Eva, ada kendala dengan belum selesainya undang-undang tentang aset recovery. Dalam posisi seperti itu, Kejakgung bisa melakukan gugatan perdata. “Jadi bisa melakukan gugatan perdata atau gugatan in rem,” kata Eva, Senin (29/8/2022).
Dijelaskannya, upaya yang sering dilakukan kepolisian di berbagai negara di dunia, termasuk Amerika Serikat, kata Eva, untuk mengembalikan kerugian negara akibat korupsi adalah dengan melakukan gugatan perdata.
Ketika ada aset yang diduga berasal dari sumber tidak jelas yang akan disita penegak hukum, tapi penegak hukum juga belum memiliki cukup bukti, maka bisa dilakukan upaya gugatan perdata in rem. “Ini upaya negara dalam menyita aset-aset yang tidak jelas,” papar Eva.
Kasus aset semacam ini, menurut Eva, bukan hanya dalam kasus Suryadi, tapi terjadi di banyak kasus. Menurutnya, banyak aset-aset yang sudah dibekukan oleh penegak hukum, tapi pelakunya masuk DPO.
“Jadi rekening-rekening ini tidak jelas bagaimana nasibnya. Pemilik rekening tidak bisa ngapa-ngapain karena sudah dibekukan. Kalau negara mau mengambil ini, gugat perdata saja,” jelas pakar pidana ini. Hakim perdata, lanjut Eva, nantinya yang akan memutuskan sita perdata, supaya bisa ditarik menjadi aset negara.
Gugatan ini bisa dilakukan jaksa sebagai pengacara negara. “Ini sebenarnya sudah ada di UU Tipikor pasal 32,” terang Eva.
Dalam kasus Suryadi, menurut Eva, aset yang bisa dikejar adalah aset-aset yang setelah ditelusuri berasal dari tindak pidana. “Jadi ini nanti bisa dikejar TPPU-nya (Tindak Pidana Pencucian Uang),” kata Eva.