Senin 29 Aug 2022 13:14 WIB

Jaga Persaingan Usaha, Kemenhub akan Tetapkan Tarif pada Angkutan BTS

BTS wujud kehadiran pemerintah dalam memberikan subsidi pelayanan transportasi publik

BTS merupakan wujud kehadiran pemerintah dalam memberikan subsidi pelayanan transportasi publik yang dilakukan bekerja sama dengan operator.
Foto: Istimewa
BTS merupakan wujud kehadiran pemerintah dalam memberikan subsidi pelayanan transportasi publik yang dilakukan bekerja sama dengan operator.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Kehadiran Layanan (Buy The Service) atau BTS sejak tahun 2020, telah memberikan dampak positif kepada mobilitas masyarakat di sejumlah daerah yang dilayani oleh program tersebut. Untuk menjaga iklim sehat persaingan usaha terhadap angkutan umum lainnya yang telah ada, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan menetapkan tarif pada jenis layanan BTS ini, dari yang sebelumnya gratis.

Dikatakan Direktur Angkutan Jalan Suharto, BTS merupakan wujud kehadiran pemerintah dalam memberikan subsidi pelayanan transportasi publik yang dilakukan bekerja sama dengan operator. Hal ini sesuai dengan amanat UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 

Layanan ini, kata dia, menggunakan armada transportasi darat berupa bus. Dengan lokasi awal di Kota Medan, Surakarta, Denpasar, Yogyakarta, dan Palembang dan pada tahun 2021 mengalami perluasan wilayah di Kota Bandung, Surabaya, Makassar, Banjarmasin, dan Banyumas.

“Seiring makin banyaknya masyarakat yang menggunakan layanan ini dan agar tidak terjadi gesekan di tengah masyarakat sekaligus menjaga iklim persaingan usaha dengan angkutan yang telah ada, maka Pemerintah perlu menetapkan tarif terkait layanan Angkutan Perkotaan ini,” kata Suharto dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Senin (29/8/2022).

Dia menambahkan, dalam penetapan tarif tersebut pihaknya juga melakukan kajian yang mendalam di 10 kota untuk memperoleh Availability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay (WTP) dari masyarakat terhadap layanan angkutan perkotaan. Sebelumnya juga telah dilakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan dengan menyelenggarakan forum Komunikasi Publik Rancangan Peraturan Menteri Keuangan Jenis dan Tarif PNBP Volatil Kementerian Perhubungan untuk menyerap masukan serta memberikan gambaran pengaturan kepada stakeholders.

Suharto juga menegaskan, bahwa tujuan lain dari pentarifan ini adalah agar masyarakat merasa ikut memiliki progam ini. Sehingga, jika adanya rasa memiliki yang sangat tinggi maka otomatis masyarakat akan ikut menjaga BTS ini. 

Ingin dikatakan juga bahwa profit ini bukan tujuan utama dari pentarifan yang akan diminta kepada masyarakat. Bahkan, kata dia, pemerintah akan membuat tarif seringan mungkin dan terjangkau sehingga tidak membebani para pengguna layanan ini.

Dari hasil kajian, ucap dia, diperoleh perhitungan tarif tiket Angkutan BTS terendah sebesar Rp 3.600 di Kota Yogyakarta dan tertinggi sebesar Rp 6.200 untuk Kota Surabaya. Ini nanti setiap dareah akan bervariasi tergantung dari tingkat kemahalan di suatu daerah, namun dapat dipastikan tidak mahal. 

"Diharapkan segera keluar aturan tersebut pada Sepetember akhir atau paling lambat akhir tahun ini, dan sebelumnya akan dilakukan sosialisasi,” katanya.

Suharto juga mengatakan, jika tarif ini direalisasikan maka diproyeksikan potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Tahun 2023 sebesar Rp 202,5 miliar. Tidak hanya itu, pemasukan yang dapat diperoleh negara yaitu dari tarif iklan pada sarana dan prasarana layanan seperti bus halte dan lainnya. 

Untuk iklan ini diprediksi sekitar Rp 30 piliar pertahun. Di mana nantinya penerimaan pajak tersebut akan dikembalikan lagi kepada masyarakat untiuk memperbaiki layanan serta sarana dan prarana transportasi lainnya.

Wujud kehadiran negara

Pada kesempatan yang sama, Kasubdit Angkutan Perkotaan Direktorat Angkutan Jalan Tonny Agus Setiono menjelaskan, BTS merupakan wujud kehadiran negara dalam memberikan subsidi pelayanan transportasi publik yang dilakukan bekerja sama dengan operator. Di mana skema BTS merupakan suatu kegiatan untuk mengembangkan sistem transportasi yang terintegrasi kemudian berupaya mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, kemacetan dan sebagainya. Sehingga diharapkan tentunya roda perekonomian di daerah bisa lebih baik, transportasi berjalan lebih baik, masyarakat pun mendapatkan pelayanan yang lebih baik dan lebih layak.

“Kami akui bahwa penumpang BTS sempat mengalami penurunan. Hal ini karena program ini dimulai pada tahun 2020. Di mana tidak lama berjalan kita langsung diterpa pandemi Covid19, sehingga bukan penumpang BTS saja yang mengalami penurunan, namun semua penumpang di semua moda juga mengalami penurunan yang sangat drastis," ujarnya. 

Akan tetapi kami tidak berdiam diri, kami terus melakukan inovasi dan trobasan agar jumlah penumpang dapat meningkat,” katanya  lagi. 

Tonny juga menjelaskan, saat ini, telah terjadi trend peningkatan penumpang. Hal ini dapat dilihat dari trend load faktor layanan BTS dari kuartal I tahun 2021 hingga kuartal II tahun 2022. 

Dari awalnya ada yang hanya di bawah 20 persen seperti di Palembang dan Yogyakarta, namun seiring diperlonggar aturan aktifitas masyarakat pada Pandami Covid-19 ini, maka peningkatan peralihan masyarakat ke layanan Angkutan Umum secara bertahap seperti di Medan, Solo, dan Denpasar yang mencapai di atas 50 persen, bahkan di Surakarta pada kuartal II tahun 2022 hampir mencapai 65 persen. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement