Rabu 31 Aug 2022 20:02 WIB

Himpaudi Dukung RUU Sisdiknas dengan Catatan

Ketua Himpaudi Pusat mendukung RUU Sisdiknas tapi dengan sejumlah catatan.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bilal Ramadhan
Karikatur polemik Sisdiknas. Ketua Himpaudi Pusat mendukung RUU Sisdiknas tapi dengan sejumlah catatan.
Foto: republika/daan yahya
Karikatur polemik Sisdiknas. Ketua Himpaudi Pusat mendukung RUU Sisdiknas tapi dengan sejumlah catatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi) Pusat, Netti Herawati, menyatakan, pihaknya mendukung Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).

Namun dengan catatan. Catatan tersebut adalah memasukkan frasa tunjangan profesi ke dalam pasal-pasal terkait pada RUU Sisdiknas agar para guru lebih tenang menjalankan tugas mereka.

Baca Juga

"Untuk memperjelas itu, bagus saya kira, jadi teman-teman jadi lebih tenang menjalankan tugas mereka. Kami mengusulkan juga mendapat penghasilan, tunjangan profesi, dan jaminan sosial," ujar Netti dalam jumpa pers usai peringatan 17 tahun Himpaudi di area Monas, Jakarta Pusat, Rabu (31/8/2022).

Hal itu dia sebut seharusnya ada di dalam Pasal 105 RUU Sisdiknas. Saat ini, pasal tersebut pada huruf a hanya memuat tentang hak pendidik yang dapat memeperoleh penghasilan/pengupahan dan jaminan sosial sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Di samping itu, dia juga mengatakan, mengawal aturan turunan dari RUU Sisdiknas menjadi hal yang tak kalah penting.

"Mengawal aturan turunan lebih sulit daripada membuat payungnya. Oleh karena itu, kami melihat RUU Sisdiknas sudah menaungi, tapi akan lebih firm lagi jika ditambahkan antara mendapat penghasilan yang layak, tunjangan profesi, dan diikuti tunjangan sosial," kata dia.

Menurut Netti, hal-hal itulah yang menjadi catatan Himpaudi dalam mendukung RUU Sisdiknas. Pihaknya mengapresiasi Mendikbudristek yang dia sebut mampu membaca fakta di lapangan, di mana ada guru PAUD yang melaksanakan tugasnya, mengikuti akreditasi, menjalankan kurikulum, tapi mereka tidak diakui.

"Bayangkan seorang guru yang mendidik anak-anak dari kecil yang begitu berat sebenarnya, tapi dia tidak diakui. Sebuah status profesi, lepaskan tunjangannya, status menenangkan dia dalam bekerja, kalau tidak sebagai guru, lalu sebagai apa? Itu menjadi perhatian kami dan menyampaikan penghormatan," kata dia.

Pemerintah tengah mengajukan RUU Sisdiknas untuk masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI tahun ini. Di mana salah satu fokusnya adalah peningkatan akses dan kualitas pendidikan anak usia dini (PAUD). Dalam RUU itu, pemerintah mengubah wajib belajar dari yang sebelumnya sembilan tahun menjadi 13 tahun.

"Dalam RUU ini kami mengubah wajib belajar dari yang sebelumnya sembilan tahun menjadi 13 tahun, yang mencakup pra sekolah non formal," ungkap Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim.

Dia menjelaskan, pihaknya melihat UU Sisdiknas yang lama cukup diskriminatif terhadap para pendidik PAUD. Maka dari itu, dalam RUU Sisdiknas pemerintah memasukan pendidik di satuan pendidikan non formal, kesetaraan, dan pesantren ke dalam kategori pendidik. Dengan demikian, para guru di satuan-satuan pendidikan tersebut ke depan akan diakui sebagai guru.

"(Di UU Sisdiknas lama) PAUD tidak masuk dalam kategori pendidikan formal. Sebagai konsekuensinya, anggaran pemerintah untuk satuan pendidikan PAUD jauh lebih rendah dibandingkan jenjang lainnya. Hal ini tentunya menghambat peningkatan kualitas satuan pendidikan PAUD dan berimbas pada mutu pembelajaran yang diterima anak-anak kita," ujar Nadiem.

Untuk itu pihaknya melakukan sejumlah terobosan Merdeka Belajar yang pihaknya berfokus pada peningkatan kualitas pengelolaan PAUD. Salah satu yang dilakukan adalah melakukan akselerasi dan peningkatan pendanaan PAUD dan pendidikan kesetaraan. Lewat kebijakan itu, besaran Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) kini disesuaikan dengan karakteristik masing-masing satuan pendidikan.

"BOP PAUD juga disalurkan langsung ke satuan pendidikan dan bisa dimanfaatkan secara jauh lebih fleksibel," terang dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement