REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Bupati nonaktif Bogor, Ade Yasin terisak-isak karena merasa difitnah terlibat suap. Ia mengaku tak mengetahui kasus suap auditor BPK saat memberikan keterangan sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Senin (5/9/2022).
"Pakai hati nuraninya pak. Saya diborgol untuk kesalahan yang saya tidak tahu," tuturnya dengan terisak-isak saat menjawab sejumlah pertanyaan dari Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ucapan Ade Yasin dengan nada meninggi itu lantas disambut sorakan suara dukungan dari peserta sidang, beberapa peserta di antaranya bahkan ikut terisak mengusap air mata. Meski begitu, ia mengaku lega karena puluhan saksi yang dihadirkan oleh KPK di persidangan tak ada satupun yang menyatakan bahwa dirinya terlibat dalam dugaan mengkondisikan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Kabupaten Bogor untuk mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP).
"Semua sudah mengaku saksi tidak ada satupun mengatakan saya terlibat. Saya difitnah. Lalu cari apa lagi bu? Saya di sini mencari keadilan, saya di sini mencari kebenaran, tolong. Kalau saya menjawab tolong didengar juga," kata Ade Yasin.
Menurutnya, dakwaan KPK yang menyebutkan bahwa Pemkab Bogor mengkondisikan WTP agar mendapatkan dana insentif daerah (DID) tidak berdasar. Pasalnya, anggaran kelebihan pendapatan pajak Kabupaten Bogor angkanya jauh lebih besar.
"Saya itu tidak punya kepentingan Pak dengan WTP, kami itu over target, tahun 2020 dan 2021 itu over target. Jadi tidak perlu lagi WTP, DID. Itu di luar kewenangan saya, karena DID saya tidak perlu lagi, karena over target," tuturnya.
Ade Yasin juga menjelaskan penjemputan dirinya pada 27 April 2022 dini hari oleh petugas KPK bukan merupakan operasi tangkap tangan (OTT). Dirinya diminta memberikan keterangan sebagai saksi atas penangkapan anak buahnya.
Awalnya, ia tak menduga bahwa sekitar sembilan orang dengan menggunakan empat mobil yang datang ke rumah dinasnya adalah KPK, sehingga dirinya menghubungi Kapolres serta Dandim setempat untuk meminta pendampingan.
"Saya sudah menangkap anak buah Ibu, Ibu diminta untuk datang ke sana. Apa tidak bisa pagi? Tidak bisa, kami nunggu 24 jam. Tidak apa-apa Bu ini hanya dimintai keterangan. Mereka tidak membuat surat keterangan apapun," beber Ade Yasin saat menceritakan peristiwa penjemputan dirinya.
Kemudian, Kapolres Bogor AKBP Iman Imanuddin menyarankan agar Ade Yasin ikut anggota KPK saat itu juga dengan alasan memenuhi prosedur. "Pak Kapolres bilang tidak apa-apa bu ikut saja. Di situ penyidik KPK sahur dulu bawa makanan sendiri, saya tidak sempat sahur. Setelah mereka sahur saya berangkat," ujar Ade Yasin.
Setelah tiba di Kantor KPK, Ade Yasin mengaku heran ditetapkan sebagai tersangka tanpa dua alat bukti yang cukup. "Kata penyidik, ini sudah ada pernyataan dari yang lain. Saya tidak menyangka juga dijadikan tersangka. Tiba-tiba disodorkan rompi. Saya nanya, dijadikan tersangka buktinya mana. Saya minta dua alat bukti itu tidak ada. Uang yang ada di situ pun bukan dari saya," tegasnya.
Sidang yang dipimpin ketua hakim Hera Kartininsih ini menghadirkan empat orang terdakwa, yaitu Ade Yasin, Kasubid Kasda BPKAD Ihsan Ayatullah, Sekretaris Dinas PUPR Adam Maulana, serta PPK Dinas PUPR Rizki Tufik Hidayat. Keempatnya hadir secara tatap muka untuk diperiksa sebagai terdakwa sekaligus saksi.