REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta majelis hakim mengabaikan eksepsi yang diajukan oleh para terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian izin ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak mentah. Kasus ini menjerat mantan tim asistensi Menko Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei dan empat terdakwa lain.
Jaksa Rachdityo Pandu menegaskan, surat dakwaan sudah jelas dan terang menyampaikan kerugian negara dan kerugian perekonomian negara. Kemudian menurutnya, surat dakwaan sudah jelas memenuhi unsur dalam dakwaan primer dan subsider.
"Maka kami berkesimpulan seluruh alasan penasihat hukum terdakwa harus dikesampingkan dan tidak dapat diterima. Materi keberatan penasihat hukum akan dibahas di perkara pokok karena bukan bagian dari nota keberatan," kata Pandu dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat pada Kamis (8/9/2022).
JPU juga meyakini surat dakwaan sudah disusun cermat sebagaimana yang didakwakan seperti diatur dalam KUHAP. Para terdakwa, lanjut JPU, diyakini sudah menerima dan mengerti surat dakwaan yang ditujukan kepada mereka. "Jadi sudah penuhi syarat formil sebagaimana KUHAP," ujar Pandu.
Selain itu, JPU menyinggung Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Tipikor soal pembayaran uang pengganti dari tindak pidana korupsi. JPU akan mengulas soal hal tersebut dalam pembuktian pada sidang-sidang berikutnya.
"Pencatuman Pasal 18 UU Tipikor jadi pidana tambahan dapat atau tidak dapat (dibuktikan) berdasarkan pokok pemeriksaan. Perampasan barang berwujud yang diperoleh dari korupsi," kata Pandu.
Diketahui, JPU menjerat mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indra Sari Wisnu Wardhana, mantan tim asistensi Menko Bidang Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley Ma, dan General Manager Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang dalam kasus ini. Mereka diduga memperkaya beberapa perusahaan hingga merugikan negara Rp 18,3 triliun.