REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Ikbar Firdaus, kuasa hukum terdakwa kasus aplikasi investasi Quotex Doni Salmanan merasa yakin bahwa kliennya dapat menang dari kasus yang menjeratnya. Sebab, banyak saksi-saksi yang dihadirkan di persidangan tidak datang.
Pada persidangan kasus Quotex Senin (12/9/2022) kemarin di PN Bale Bandung, Kabupaten Bandung saksi yang direncanakan hadir tidak datang. Oleh karena itu, persidangan ditunda hingga Kamis (15/9/2022).
"Saksi pelapor banyak mengeluarkan keterangan yang samar atau tidak jelas di persidangan saat dipertanyakan oleh majelis hakim dan jaksa penuntut umum," ujarnya, Rabu (14/9/2022).
Dia menilai, saksi yang mengaku ingin mencoba bunuh diri hanya mengada-ada dan terkesan menggiring opini untuk menyudutkan kliennya. Selanjutnya, mereka mengeluarkan keterangan yang tidak valid.
Selain itu, saksi yang mengaku korban Doni Salmanan tidak dapat membuktikan benar atau tidak registrasi di bawah link affiliasi kliennya. Sebab, rata-rata akun trading saksi sudah diblokir dan atau tidak bisa diakses oleh saksi.
"Saksi pelapor yang mengaku rugi banyak di dalam trading dari mulai jutaan, puluhan juta, dan konon sampai ratusan juta. Mereka juga tidak bisa memberikan bukti yang kongkret dan valid di dalam persidangan," katanya.
Pihaknya juga mengungkapkan, bahwa saksi tahu risiko masuk dunia trading dan bisa mendapatkan atau kehilangan uang tersebut. Serta tidak ada paksaan saat melakukan trading.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Doni Salmanan telah menyebarkan berita bohong dan menyesatkan dalam kasus aplikasi investasi Quotex saat persidangan di Pengadilan Negeri Bale Bandung, Kabupaten Bandung, Kamis (4/8/2022). Akibat perbuatannya, total kerugian yang diderita konsumen mencapai Rp 24 miliar lebih.
"Terdakwa Doni Salmanan pada waktu yang sudah tidak dapat ditentukan dengan pasti namun masih dalam rentang waktu bulan Maret 2021 sampai dengan bulan Februari 2022 dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik," ujar salah seorang jaksa Amri saat membacakan dakwaan, Kamis (4/8/2022) dihadapan majelis hakim yang diketuai Achmad Satibi
Jaksa mengatakan, akibat adanya berita bohong dan menyesatkan dari terdakwa, konsumen yang berjumlah 142 orang mengalami kerugian mencapai Rp 24 miliar lebih. Akibat perbuatannya, terdakwa dijerat pasal 45A ayat (1) jo pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.