REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mengingatkan, kemungkinan indikasi Ferdy Sambo (FS) yang disebut psikopat seperti yang disampaikan Ketua Komnas HAM. Karena itu, dia mengingatkan, perlu kejelian publik untuk mengkritisi agar hukum FS di pengadilan nanti tidak boleh diperingan.
Dia merujuk, pada pernyataan Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik yang menyebut FS punya dugaan punya masalah gangguan jiwa. Menurut Reza, masalah kejiwaan pada diri FS, mungkin saja. Tapi, bukan masalah kejiwaan yang membuat FS bisa mendapat 'layanan' pasal 44 KUHP, yakni tidak bisa diminta pertanggungan jawab. Justru sebaliknya, menurut Reza, FS bisa diminta untuk bertanggung jawab.
Apalagi, kata dia, kalau masalah kejiwaan yang dimaksud adalah psikopati (gangguan kepribadian antisosial) seperti kata Komnas HAM, maka tepatlah FS disebut sebagai kriminal dengan klasifikasi sangat berbahaya. "Dia, sebagai psikopat, memiliki kepribadian Machiavellinisme yang diistilahkan sebagai Dark Triad: manipulatif, pengeksploitasi, dan penuh tipu muslihat," papar Reza kepada wartawan, Rabu (14/9/2022).
Maka, Reza menegaskan, kriminal-kriminal semacam itu justru sangat berbahaya. Dan jenis pelaku kriminal dengan sifat psikopat seperti itu, sepatutnya dimasukkan ke penjara dengan level keamanan supermaksimum.
"Petugas penjaga jangan staf biasa. Harus staf yang juga cerdas, berintegritas, dan punya jam terbang tinggi 'melayani' napi ber-dark triad," terangnya.
Sisi lain, menurut dia, pernyataan Komnas HAM memang bisa kontraproduktif. Riset mutakhir menunjukkan bahwa psikopati bukan berakar sebatas pada dimensi perilaku atau pun kepribadian, tapi pada adanya bagian otak yang memang berbeda dari orang-orang non psikopat.
Bagian otak itu, kata Reza, tanpa direkayasa, tidak bereaksi ketika diperlihatkan gambar atau tayangan kejam. Jadi, dengan kondisi otak dari sananya yang memang sudah seperti itu, mereka memang tuna perasaan. Karena menjadi psikopat ternyata bisa dipahami sebagai sesuatu yang terkodratkan.
"Inilah kontraproduktif, dimana kondisi psikopati itu malah bisa dipakai sebagai salah satu bahan pembelaan diri," ujarnya.
Kemudian, bagaimana dengan gangguan kepribadian antisosial di kalangan personel polisi. Reza menjelaskan, khusus pada populasi tersebut, diketahui bahwa psikopati terbentuk dari subkultur menyimpang di dalam organisasi kepolisian itu sendiri. Selain itu juga 'mudah'-nya personel melakukan penyimpangan (misconduct) tanpa dikenai sanksi.
"Alhasil, salahkan bunda mengandung jika ada personel dengan kepribadian yang antisosial. Nah, ini juga bisa menjadi bahan untuk pembelaan diri," katanya mengingatkan.
Karena, Reza menyebut, ini bisa jadi dalih bahwa, FS--mengacu pernyataan Komnas HAM--sebagai orang yang jangan-jangan berkepribadian psikopat hanyalah individu dengan kejiwaan yang terganggu yang terciptakan dari kantornya sendiri. Termasuk, kata dia, alasan ini sebagai ulah lingkungan kantor yang terlanjur memberikan dia kekuasaan seluas-luasnya.