REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Kode Etik Polri (KKEP) banding menolak upaya hukum ajuan Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo, Senin (19/9). Dengan penolakan tersebut, KKEP banding menyatakan, tetap memecat mantan Kepala Divisi (Kadiv) Propam Polri itu dari keanggotaannya di kepolisian lantaran melakukan pelanggaran etik berat berupa pembunuhan dan obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus kematian ajudannya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J).
Sidang KKEP banding digelar pada Senin (19/9). Kepala Irwasum Polri, Komisaris Jenderal (Komjen) Agung Budi Maryoto didaulat sebagai ketua majelis banding. Dia dibantu oleh empat anggota majelis banding dengan kepangkatan bintang dua, atau inspektur jenderal (Irjen). Yaitu, Irjen Sigit Priharyanto, Irjen Wahyu Widada, Irjen Setyo Budi Mumpuni, dan Irjen Indra.
Dalam putusannya, majelis banding menyatakan, permohoan upaya hukum Irjen Sambo, tak dapat diterima. “Memutuskan, menolak permohonan banding pemohon (Irjen Sambo). Menguatkan putusan sidang KKEP sebelumnya,” kata Komjen Agung saat membacakan hasil sidang KKEP banding Irjen Sambo, di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta, pada Senin (19/9).
Selanjutnya, kata Agung, KKEP banding menetapkan penjatuhan sanksi etik berat, terhadap Sambo sebagai pecatan Polri, dengan kepangkatan terakhir sebagai Irjen.
“Komisi banding menjatuhkan sanksi etika berupa pelanggaran terhadap pelanggar (Irjen Sambo), dinyatakan sebagai perbuatan tercela. Dan sanksi administratif berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH-pecat) sebagai anggota Polri,” sambung Komjen Agung dalam putusannya.
Keputusan sidang KKEP banding tersebut, bulat tanpa disenting opinion, atau perbedaan pendapat antara anggota majelis lainnya. “Demikian putusan banding pemohon. Selesai,” sambung Agung menutup sidang.
Dalam sidang KKEP sebelumnya, Jumat (26/8) lalu, majelis pengadil internal Polri, juga memutuskan untuk memecat Sambo dari kepolisian. Pemecatan tersebut terkait dengan status hukumnya sebagai tersangka pembunuhan berencana terhadap ajudannya Brigadir J.
Sambo, sebagai perwira tinggi Polri juga ditetapkan sebagai tersangka obstruction of justice, atau penghalang-halangan kematian Brigadir J yang terjadi di rumah dinasnya di Kompleks Polri Duren Tiga 46, Jakarta Selatan (Jaksel), Jumat (8/7).
Saat dibacakan hasil sidang KKEP tingkat pertama, pada Jumat (26/8) lalu, Irjen Sambo menyatakan, banding atas pemecatannya dari keanggotan Polri. Akan tetapi, kata dia waktu itu, dirinya akan taat tunduk, dan menerima apapun hasil dari sidang KKEP banding ajuannya. “Apapun putusan banding, kami siap melaksanakan,” ujar Irjen Sambo waktu itu (26/8).
Terkait statusnya sebagai tersangka pembunuhan Brigadir J, dia dijerat dengan sangkaan Pasal 340 KUH Pidana, subsider Pasal 338 KUH Pidana, juncto Pasal 55, dan Pasal 56 KUH Pidana. Dari penyidikan Tim Gabungan Khusus, dan Bareskrim Polri, Irjen Sambo melakukan pembunuhan berencana bersama dua ajudan lainnya, yakni Bharada Richard Eliezer (RE), Bharada Ricky Rizal (RR), dan seorang pembantunya Kuwat Maruf (KM), termasuk isterinya Putri Candrawathi Sambo (PC).
Kelima tersangka itu terancam hukuman mati, atau penjara seumur hidup, atau selama-lamanya 20 tahun penjara. Selain PC empat tersangka lain dalam kasus tersebut sudah berada dalam tahanan terpisah di sel Mako Brimob, dan Rutan Bareskrim Polri sejak Juli-Agustus 2022. Kasus pembunuhan berencana itu akan segara disidangkan melihat berkas penyidikan dari Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri sudah berada di Kejaksaan Agung (Kejakgung) untuk penyusunan dakwaan sebelum kasusnya diajukan ke pengadilan.