REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi persetujuan ekspor minyak goreng mentah (CPO) dan turunnya menghadirkan empat orang saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Menanggapi keterangan saksi, pengacara terdakwa Pierre Togar Sitanggang, Deny Kailimang, menyatakan kliennya telah memenuhi prosedur terkait persetujuan ekspor minyak goreng mentah.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat pada Selasa (20/9), Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat dan Kejagung, Julkipli dan tim, menghadirkan pegawai dan pejabat Kementrian Perdagangan. Mereka adalah Farid Amir (Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kemendag), Ringgo (Analis Perdagangan Ahli Madya Direktorat Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Direktorat Jendral Perdagangan Luar Negeri, Kemendag), Demak Marsaulina (Subkor Tanaman Tahunan Direktorat Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan, Kemendag), dan Almira Fauzia (Analis Perdagangan pada Kementerian Perdagangan RI).
Keempatnya menerangkan terkait prosedur dan proses dari keluarnya surat persetujuan ekspor minyak goreng mentah atau CPO di Kementrian Perdagangan pada 2022. Seperti dikatakan Direktur Eskpor Produk Pertanian dan Kehutanan Kemendag Farid Amir, yang mengungkapkan rapat rapat melalui zoom meeting yang membahas ketentuan DMO Domestik Market obligation atau pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Menurutnya usul DMO sebesar 20 persen disampaikan oleh Dirjen Daglu Indra Sari Wisnu Wardhana.
Farid mengaku mengetahui ada rapat koordinasi terbatas rakortas menteri perdagangan dan menko perekonomian pada 18 Januari 2022 lalu. Menurutnya, pembahasan diantaranya kebijakan terkait harga minyak goreng satu harga semua kemasan 14 ribu per liter mulai 14 jan 2022. Sementara terkait keterlibatan konsultan IRAI Lin Che Wei, Farid mengungkapkan tidak melihat ada kontrak tertulisnya.
Menanggapi keterangan saksi dari Jaksa Penuntut Umum tersebut, salah seorang penasehat hukum dari terdakwa Pierre Togar Sitanggang, Deny Kailimang menyatakan, sejauh ini proses terkait persetujuan ekspor minyak goreng mentah tersebut telah sesuai prosedur.
"Jadi di dalam hal ini hanya dia memproses suatu permohonan ekspor melalui NSB nya itu. Kemudian inkraht dia. Dengan persyaratannya adalah kontrak, DO,PO dan faktur pajak. Kalau itu sudah ada semua dia proses. Kemudian kalau sudah memenuhi syarat tersebut maka masuk ke persetujuan ekspor," jelasnya.
Jadi, sambung Denny, saksi hanya mengatakan bahwasanya prosesnya itu hanya sampai D1 dan tidak sampai ke retail. Jika sudah ada dokumen yang sesuai maka harus ada pernyataan mandiri dan semua sudah. Kedua, tidak ada suatu peraturan juga yang mengatakan harus ada perkebunan inti. Sehingga bisa dimana saja dan tidak ada juga kata terafiliasi.
"Tidak ada dalam aturan terafiliasi sampai D1 saja, kemudian itu yang mereka sampaikan," jelasnya.
Denny mengakui, sesuai keterangan saksi maka sudah sesuai prosedur dalam ekspor minyak goreng yang dilakukan kliennya. Hal tersebut dibuktikan diterbitkannya PE. Sementara terkait terafiliasi diambil dari mana tidak ada aturannya.
"Jadi itu 3 point tadi. Terafiliasi, sampai D1, kemudian perkebunan inti dan tidak ada perlu," ujarnya.
Diketahui, JPU menjerat mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indra Sari Wisnu Wardhana, mantan tim asistensi Menko Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley Ma; dan General Manager Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang dalam kasus ini. Mereka diduga memperkaya beberapa perusahaan hingga merugikan negara Rp18,3 triliun.